Peristiwa hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Makkah ke Madinah dijadikan sebagai awal penanggalan Islam (kalender hijrah) pada masa Khalifah Umar bin al-Khattab.
Sebelum hijrah, yaitu tahun ke-9 kenabian, Rasululloh ﷺ mengalami kesedihan karena meninggalnya istri dan pamannya (Khatijah & Abu Thalib). Kemudian karena besarnya tantangan dan hambatan dakwah di Makkah maka Allah subhanahu wata’ala menghibur Rasululloh ﷺ dengan perjalanan Isra’ dan Mikraj.
Tahun ke-10 kenabian Rasul melakukan thalab an- nushrah (menggalang dukungan/pertolongan untuk dakwah).Menurut Ibnu Katsir dalam Tarikh Ibni Katsir dari penuturan Ali bin Abi Thalib ra, Rasul juga mendatangi 18 kabilah. Pada musim haji tahun ke-11, Rasul ﷺ bertemu 6 orang dari kabilah al-Khazraj dari Yatsrib (Madinah).
Mereka masuk Islam dan mendakwahkan Islam di sana. Pada tahun ke-12 keenam orang itu datang lagi beserta 6 orang lainnya dan bertemu Rasulullah di Bukit Aqobah. Terjadilah Baiat Aqabah pertama.
Rasul juga mengutus Mush’ab bin Umair ra untuk berdakwah di Madinah. Islam berkembang di Madinah beserta kekuatan dan kekuasaan mereka (ahlul quwwah wal man’ah) dan mereka akan datang ke Makkah pada musim haji tahun ke-13 yang kemudian terjadi Baiat ‘Aqabah II, yang terdiri dari 73 orang laki-laki dan 2 orang perempuan.
Baiat ‘Aqabah II merupakan baiat penyerahan kekuasaan (istilam al hukm) kepada Rasulullah ﷺ, dan menandai pengangkatan Rasul ﷺ sebagai kepala negara di Madinah.
Meskipun Rasul ﷺ masih berada di Makkah namun sejak itu kekuatan yang terwujud di Madinah adalah milik Islam dan kaum Muslim.
Setelah Rasul ﷺ bersama Abu Bakar ash Shidiq ra berangkat ke Madinah pada 27 Shafar 1 H ( 12 September 622 M ) dan tiba di Madinah pada 12 Robiul Awal 1H ( 27 September 622 M ), kemudian Madinah berubah menjadi Dar al-Islam (negara Islam).
Sebagai kepala negara yang dilakukan Rasul ﷺ pertama kali adalah menyempurnakan pilar negara yaitu mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, membangun Masjid Nabawi, membuat Watsiqah Madinah (Piagam Madinah) yang mengatur interaksi masyarakat yang beragam suku dan agama berdasarkan hukum Islam.
Selain tugas kenabian dan kerasulan, Rasululloh ﷺ juga menjalankan tugas kenegaraan lainnya seperti mengangkat panglima perang, mengirim berbagai detasemen, mengangkat para petugas administrasi, mengangkat para wali (gubernur ) dan ‘amil (bupati), menjalankan hubungan dan politik luar negeri, dan sebagainya.
Dari paparan diatas menjadi jelas bahwa hijrah Rasul ﷺ adalah tonggak pendirian Daulah Islam (Negara Islam), penegakkan sistem Islam, penerapan aturan Islam serta pembentukan masyarakat Islam.
Inilah yang seharusnya kita teladani dari peristiwa hijrah Rasul ﷺ.
Spirit hijrah Rasul juga harus bisa mendorong kita untuk segera meninggalkan sistem dan hukum jahiliyah. Karena di bawah ‘sistem jahiliyah’ sekarang dalam berbagai aspek kehidupan sangat mirip dengan kehidupan zaman jahiliyah dulu sebelum peristiwa hijrah.
Sistem dan hukum jahiliyah saat ini telah mendatangkan berbagai dampak buruk bagi umat secara keseluruhan. Karena itu kita harus segera berhijrah dengan meninggalkan nilai jahiliyah, menuju sistem yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala sebagaimana yang pernah dibangun Rasululloh ﷺ di Madinah pasca hijrah.
Dengan demikian kita akan bisa melanjutkan kembali kehidupan Islam sebagai warisan perjuangan Rasulullah ﷺ. Wallahu a’lam bishshawab.*/Nurul Khotimah, penulis minat dalam masalah keislaman