Mahmud Budi Setiawan
Hidayatullah.com | YUSUF Jamaluddin dalam buku An-Nujuum Az-Zaahirah fii Muluuk Mishr wal-Qaahirah (X/195-213) menggambarkan dengan sangat jelas bagaimana kondisi masyarakat Mesir, Syam, bahkan dunia saat menghadapi wabah tha’un. Wabah ini dimulai di Mesir pada musim gugur tahun 748 hingga berangsur berkurang pada tahun 750 H.
Saat itu –baik di Mesir maupun Syam– sebelum wabah, kondisi Negara sedang kacau. Di sana sini banyak kerusakan Dan kezaliman. Sering terjadi pembegalan dan penyamunan. Urusan negara banyak diselesaikan dengan uang (bukan keadilan).
Minimal, gambaran dari para penyair berikut bisa mewakili situasi yang ada kala itu. Penyair Ibnu Al-Wardy menyampaikan pesan dalam bentuk syair:
قالوا فساد الهواء يردى … فقلت يردى هوى الفساد
كم سيّئات وكم خطايا … نادى عليكم بها المنادى
“Mereka berkata: Rusaknya udara yang membinasakan. Sementara aku mengatakan, Hawa nafsulah yang membuat kerusakan. Betapa banyak kejahatan, berapa banyak kesalahan-kesalahan. Yang diserukan oleh penyeru kepada kalian.”
Dalam bait lain juga disinggung:
الله ينفذه إليهم عاجلا … ليمزّق الطاغوت بالطاعون
“Allah segera melaksanakan kehendaknya pada mereka… Untuk merobek Thaghut (kekuasaan yang zalim) dengan Thagut.”
Sebelum menyebar ke Mesir dan Syam, awalnya yang terjangkit lebih dulu adalah negeri Qan, Tibris, Khutha, Mongol, Uzbekistan, Istanbul, Kekaisaran Romawi, Anthokia, Kekaisaran Karaman, Sis, China, India dan masih banyak negeri yang lain. Begitu menakutkannya wabah di negeri nonmuslim kala itu, sampai-sampai orang Cyprus membunuh tawanan muslim dari bakda Ashar hingga Maghrib. Karena mereka khawatir, jika penduduk Cyprus mati semua, wilayahnya akan dikuasai muslim.
Saat itu, yang menjadi korban bukan hanya manusia, tapi juga hewan ternak,buas, burung dan hewan laut. Ada burung yang memakan bangkai nelayan dilaut yang terkena wabah, kemudian kawanan burung itu sepertiganya mati. Ada yang sapi untuk membajaknya mati satu demi satu berikut petaninya. Kondisinya saat itu memang benar-benar mencekam.
Jumlah korban berbeda-beda. Khusus yang mati misalnya, dalam sehari angka kematian bisa mencapai: 100, 180, 500, 700, 1000 hingga 20.000 kematian. Dalam dua hari ada yang menelan korban sebanyak 1800 jiwa. Dalam sebulan ada yang mencapai 200 ribu jiwa. Adapun jumlah total – selama wabah– masing-masing daerah juga variatif: 15.000, 20.000, 200.000 hingga 400.000 jiwa. Itu baru yang meninggal, adapun korban yang terinveksi virus bisa jutaan.
Jenis wabahnya adalah Tha’un. Tersebar melalui angin. Orang yang terkena angin akan tertular, biasanya akan merasa panas dan segera ada jamur virus. Penularannya pun sangat cepat. Hanya menyentuh badan korban langsung terjangkit. Orang yang terkena biasanya langsung muntah darah, menjerit kemudian meninggal dunia.
Suatu saat, ada wanita yang memandikan jenazah perempuan yang terkenah wabah, tanpa menunggu lama, saat kulitnya menyentuh badan jenazah, langsung tertular dan akhirnya meninggal dunia. Bahkan, digambarkan bahwa orang yang terjangkit wabah ini, paling lama bisa bertahan sampai 50 jam. Lebih dari itu mereka akan mati.
Selain korban jiwa, banyak kerugian yang mendera, seperti: semua barang jadi mahal. Bukan hanya di wilayah Islam, tapi di seluruh dunia. Nilai uang merosot. Nilai tukar memar menjadi merosot. Satu dinar yang tadinya senilai 20 dirham, menjadi 15 dirham.
Demikian juga, aktivitas kenegaraan lumpuh, banyak sekali pejabat yang meninggal dunia. Bahkan, di Mesir banyak masjid yang ditutup. Ada pula kabar yang menyebutkan, begitu banyaknya mayat, akhirnya diletakkan di masjid bahkan berserakan di jalan-jalan. Aktivitas ekonomi juga lumpuh. Banyak toko-toko yang ditutup. Terjadi pula kelangkaan tenaga medis dan lain sebagainya,
Pada situasi wabah seperti ini, ternyata ada juga yang melakukan pencurian dan penjarahan. Dikisahkan ada enam orang pencuri yang melakukan aksinya di Ghazza. Semua harta dalam rumah orang yang kena wabah diambil. Mereka semuanya akhirnya mati karena tertular. Kasus lain, ada yang menjarah rumah yang penghuninya sudah mati, kemudian mengambil harta sekuat yang mereka mampu, akhirnya mengalami nasib tragis yang sama. Mereka semua tewas tertular wabah.
Untuk mengatasi wabah, ada beberapa hal yang dilakukan oleh umat Islam kala itu, di antaranya: Pertama, mendekatkan diri kepada Allah dengan berdoa di masjid, bertaubat dan segala hal yang bisa menyulut rahmat dan ampunan Allah. Kedua, orang kaya pun mendermakan hartanya untuk membantu para korban khususnya yang tak mampu. Ketiga, masing-masing peduli terhadap yang lain tanpa disuruh dan tanpa digaji. Keempat, banyak yang ersedekah untuk meringankan beban korban,
Di antara solusi yang cukup ampuh dalam meringankan wabah kala itu adalah: membaca surah Nuh sebanyak 3.300 kali kemudian berdoa kepada Allah agar wabah segera diangkat. Ini terinspirasi dari Jaksa Damaskus yang ketika di Romawi terjadi wabah, beliau bermimpi bertemu Nabi dan disuruh membaca itu agar wabah cepat berhenti. Di antara mereka ada yang melantunkan doa ini:
اَللّٰهُمَّ سَكِّنْ هَيْبَةَ صَدَمَةِ قَهْرِمَانِ الْجَبَرُوْتِ بِأَلْطَافِكَ الْخَفِيَّةِ الدَّائِرَةِ النَّازِلَةِ مِنْ بَابِ الْمَلَكُوْتِ حَتَّى تُشْفِيَ بِلُطْفِكَ خَلْقَكَ وَتُعِيْنَهُمْ وَتَقِيَّهُمْ عَنْ إِنْزَالِ قُدْرَتِكَ يَا ذَا الْقُدْرَةِ الْكَامِلَةِ وَالرَّحْمَةِ الشَّامِلَةِ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالْإِكْرَامِ.
“Ya Allah! Redakan dahsyatnya benturan Qahriman yang perkasa dengan kelembutan-Mu yang tersembunyi, meliputi, turun dari pintu Malakut hingga Engkau bebaskan makhluk-Mu dengan kelembutan-Mu, menolong dan melindungi mereka dengan menurunkan kuasa-Mu Wahai Zat Yang Memiliki kekuasaan sempurna dan rahmat yang menyeluruh Wahai Zat Yang mempunyai Keagungan dan Kemuliaan!”
Pada akhirnya, wabah menurun sedikit demi sedikit pada tahun 750, dan al-Hamdulillah umat Islam bisa melewati masa-masa krisis. Pelajaran penting yang bisa diambil dari peristiwa wabah ini adalah: segera mendekat kepada Allah (melalui taubat, membaca al-Qur`an, muhasabah, sedekah), semua elemen bekerjasama untuk membantu korban dan jangan ada yang memanfaatkan situasi wabah untuk kepentingan pribadi.*