ALLAH Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia dalam ukuran yang sangat kecil jika dibandingkan dengan alam raya yang mengelilinginya dari berbagai arah. Langit yang bertingkat-tingkat dan gunung-gunung yang menjulang tinggi, punya peran besar dalam menyadarkan manusia akan kekerdilan dirinya, sehingga hal itu dapat menghapus kesombongan yang ada pada dirinya.
Allah berfirman, “Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (al-Israa’: 37).
Allah juga menciptakan manusia dalam keadaan yang lemah, sebagaimana firman-Nya, “…Dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (an-Nisaa’: 28).
Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan lemah dalam segala hal, sehingga ia tidak pernah mampu melawan godaan-godaan setan. Tidak mampu melawan hawa nafsunya. Lemah di hadapan harta. Lemah di hadapan lawan jenisnya. Lemah di hadapan popularitas dan gemerlap cahaya. Lemah jasmaninya: tidak mampu menentang kekuasaan “sang tidur”, dapat dikalahkan dengan mudah oleh berbagai virus, dan sebagainya.
Beranjak dari hal itu, maka hakikat manusia adalah makhluk yang lemah. Seluruh wujud perlawanan terhadap hal-hal seperti yang baru disebutkan, hanyalah berkat kemurahan dan pertolongan Allah. Seandainya Allah membiarkannya dengan kelemahannya, sungguh ia tidak akan pernah mampu melawan hawa nafsu melihat yang diharamkan, atau hawa nafsu untuk memiliki harta yang haram, dan badannya juga tidak akan mampu melawan penyakit apapun.
Allah berfirman, “...Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya…” (an-Nuur: 21).*/Dr. Majdi Al-Hilali, terangkum dalam bukunya Adakah Berhala pada Diri Kita?