Oleh: Muhaimin Iqbal
Di awal tahun 50-an ada ekonom kondang, Ludwig Von Mises, yang menggambarkan kondisi para pensiunan di Amerika Serikat sebagai orang-orang yang di-authanasia-kan oleh pemerintahnya (seperti orang sakit keras yang dibiarkan meninggal tanpa pertolongan). Tulisannya yang berjudul Authanasia of the Pension Funds, intinya menguraikan bagaimana para pensiunan menderita dengan daya beli yang terus menurun karena faktor inflasi.
60 tahun kemudian sampai hari ini, para pensiunan di Amerika dan juga para pensiunan di seluruh dunia yang mengikuti sistem ekonomi ribawinya, tetap saja secara umum menderita secara finansial dan seolah masih juga di “authanasia-kan oleh pemerintahnya masing-masing yang tidak mampu mengendalikan inflasi.
Bila inflasi menyengsarakan para pensiunan, apakah lantas kondisi sebaliknya bila terjadi deflasi akan memakmurkan mereka? Ternyata tidak juga. Di negeri yang sama Amerika Serikat, yang saat ini tingkat suku bunganya mendekati nol persen, ternyata para pensiunan juga malah terancam kelangsungan penerimaan dana pensiunannya.
Mengapa demikian? Karena selama ini para pengelola dana pensiun mengandalkan instrumen finansial, seperti deposito, government bond, dan sejenisnya, sebagai unggulan investasinya. Ketika deposito dan bond memberikan hasil yang sangat rendah, maka putaran dana mereka tidak memadai lagi untuk menopang program santunan yang berkelanjutan kepada para pensiunan.
Contoh konkrit juga terjadi di Jepang yang sudah sejak lama menganut rezim suku bunga rendah. Pengelola dana pensiun dari maskapai penerbangan terbesar negeri itu sampai harus menegosiasikan ulang dengan para pensiunannya untuk menurunkan penerimaan mereka. Pilihan yang sangat berat, karena kalau penerimaan pensiunan diturunkan akan lebih menyengsarakan mereka. Sementara bila dilanjutkan seperti semula, perusahaan tidak akan survive.
Jadi buah simalakama inflasi dan deflasi bagi pensiunan adalah begini: Bila inflasi tinggi, para pensiunan berkemungkinan untuk terus dapat menerima pensiunnya, tetapi dengan daya beli yang terus menyusut. Sebaliknya bila terjadi deflasi, kemampuan para perusahaan/pengelola dana pensiun untuk secara berkelanjutan membayarkan uang pensiun kepada yang berhak menerimanya, jadi terancam.
Ketika Von Mises menulis artikel tersebut 60 tahun lalu, dicuekin oleh masyarakatnya. Apa dampaknya? Ya itu tadi sampai kini para pensiunan di Amerika Serikat tetap menderita.
Nah bagaimana sekarang kita, agar sekian puluh tahun dari sekarang ketika kita pensiun tidak menghadapi simalakama inflasi dan deflasi ini? Berikut adalah beberapa poin yang bisa dilakukan:
1. Mulai secara bertahap lindungi hasil jerih payah Anda dari risiko finansial inflasi dalam bentuk benda riil yang daya belinya bertahan. Emas/Dinar; sawah, pohon, ternak, dan lain sebagainya, adalah beberapa di antaranya.
2. Meskipun di tempat kerja Anda dapat jatah pensiun yang dikelola perusahaan/pengelola dana pensiun, jangan terlalu mengandalkan dana pensiun ini. Kemungkinan besar tidak akan cukup menopang hari tua Anda. Menabung benda riil tetap Anda perlukan.
3. Bila perusahaan/pengelola dana pensiun Anda mempunyai program yang mengizinkan Anda mengelola dana pensiun Anda sendiri, ambil program ini dan kelola sendiri di sektor riil. Bila belum mampu mengelola sendiri, cari mitra yang bisa mengelolanya sambil Anda belajar sektor-sektor usaha yang menjadi minat Anda.
4. Perbanyak investasi pada diri Anda sendiri sedari muda. Ikut pelatihan-pelatihan bidang usaha yang menjadi minat Anda. Perbanyak belajar berusaha. Mencoba dan gagal di usia muda masih lebih baik dibandingkan mencoba dan gagal di usia tua ketika sumber daya dan dana kita sudah tidak ada lagi. Tidak semua eksperimen usaha ini membutuhkan biaya; di Pesantren Wirausaha Anda bisa belajar berusaha tanpa harus mengeluarkan satu sen pun biaya.
5. Perbanyak investasi pada orang-orang di sekitar kita; mendidik mereka dan membimbingnya. Mereka inilah yang akan menjalankan dan meneruskan usaha kita setelah kita lanjut dimakan usia.
“Allhumma al khaira ‘umry aakhirahu wa khaira ‘amaly khawaatimahu wa khaira ayyaami yauma alqooka fiih”, “Ya Allah jadikanlah yang terbaik dari umurku adalah akhirnya, dan yang terbaik dari amal perbuatanku adalah penutupnya, dan yang terbaik dari hariku adalah hari ketika aku bertemu denganMu.” Amin.
Penulis adalah Direktur Gerai Dinar dan kolumnis hidayatullah.com