HAKEKATNYA tidak ada manusia sempurna, manusia satu sama lain menanggung kelemahan. Hanya dengan kerjasamalah manusia bisa membangun kesempurnaan. Di antara kerjasama itu adalah dalam kehidupan rumah tangga.
Seorang wanita yang memiliki kelemahan dapat ditutupi oleh suaminya, begitu juga sebaliknya. Intinya secara individu tidak ada yang sempurna. Walaupun demikian, kita tetap harus berusaha, minimal dapat mendekati kesempurnaan itu.
Karena itu jangan terlalu berharap mendapatkan pasangan sangat sempurna, baik pria ataupun wanita. Yang terpenting syarat-syarat menurut Islam sudah terpenuhi (yaitu pemahaman dan pengalaman agamanya bagus). Seandainya berharap syarat tambahan, umpamanya harus cantik, kaya, dan dari keluarga terpandang, janganlah terlalu dipaksakan karena semua itu relatif.
1. Calon Suami Ideal
Calon suami ideal adalah yang sepadan dengan keberadaan akhlak wanita itu. Jangan berharap mendapatkan suami ideal, sementara dia sendiri tercela atau berperilaku kotor. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan laki-laki pezina tidak layak kawin kecuali dengan perempuan-perempuan pezina atau musyrik, dan perempuan-perempuan pezina pun tidak layak kawin kecuali dengan laki-laki pezina atau musyrik.” (An-Nur: 3)
“Wanita-wanita yang keji diperuntukkan bagi laki-laki yang keji. (Sebaliknya) laki-laki yang keji diperuntukkan bagi wanita yang keji. Dan wanita yang baik diperuntukkan bagi laki-laki yang baik. (Sebaliknya) laki-laki yang baik diperuntukkan bagi wanita yang baik.” (An-Nur: 26).
Calon suami ideal adalah yang mampu menghidupi istri dan anggota keluarganya, artinya memiliki keahlian untuk berusaha. Namun ada syarat yang sesungguhnya lebih menyelamatkan, yaitu memahami Islam dan mengaplikasikannya dalam kehdupan. Penyayang (bukan pemarah), terbuka terhadap istri (tidak selingkuh, baik yang urusannya dengan harta maupun hubungannya dengan wanita lain), dan mampu membawa istri menuju surga.
2. Calon Istri Ideal
Sabda Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam: “Karunia terbaik yang diperoleh seorang mukmin setelah ketaatan kepada Allah adalah mendapatkan (menikah) istri shalihah.” (HR. Ibnu Majah).
“Wanita yang shalihah itu adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah memelihara mereka.” (An-Nisa: 4)
Sorotan terhadap calon istri dalam buku-buku fikih lebih banyak dibahas, hal ini mengisyaratkan bahwa posisi istri dalam berumah tangga sangat vital sebagai tulang punggung pendidikan keluarga, sekalipun masing-masing ulama berbeda dalam memahami istri ideal. Namun hakekatnya sama, yaitu istri shalihah, yaitu istri yang berpola kepada al-Qur’an dan sunnah dalam kehidupannya.
Mendapatkan istri shalihah adalah sebuah anugerah yang sangat besar. Istri shalihah itu, menurut Ustadz Fathihuddin Abdul Yasin, ada beberapa syarat, di antaranya:
a. Agamanya
Sabda Rasulullah: “Wanita dinikahi karena empat perkara; 1. Karena harta bendanya, 2. Karena keturunannya, 3. Karena cantiknya, 4. Karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang memiliki agama, pasti kamu beruntung.” (HR. Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah).
b. Mengutamakan orang jauh
Sabda Rasulullah: “Janganlah kamu menikah dengan keluarga dekat, sebab anak-anaknya kelak akan lahir lemah.” (Al-Hadist)
Sisi positif nikah dengan orang jauh adalah membuahkan anak cerdas dan tangguh, saling mengenal dan memperluas kekerabatan, mengenalkan rasa kasih sayang, menghancurkan perbedaan-perbedaan.
c. Punya naluri mencintai anak
Naluri mencintai anak sudah menjadi tabiat wanita secara umum. Jadi calon ibu harus memiliki watak dasar mencintai putra-putrinya.
Naluri mencintai anak adalah modal dasar pendidikan terhadap anak-anak kelak, sebab wanita adalah madrasah pertama bagi seorang anak sebelum dimasukkan ke madrasah yang berlembaga.
d. Wanita yang subur
Sesuai sabda Nabi: “Kawinilah wanita-wanita yang penyayang dan banyak anak.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
Memilih yang subur peranakannya adalah anjuran yang diutamakan, sebab dari sanalah makna “membina keluarga sakinah”.
e. Mengutamakan gadis
Maksudnya seorang pemuda sebaiknya mengutamakan gadis dari pada janda, sebab pemuda jejaka memang kufu-nya (keserasian) untuk gadis. Karena keuntungan memilih seorang gadis, menurut sabda Nabi: “Hendaklah kalian menikah dengan seorang gadis, sebab ia lebih lembut kulitnya, lebih lengkap rahimnya, tidak berpikir untuk serong, dan menerima keadaan.” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi, dari Umaimir Bin Saidah ra).
Sabda Nabi: “Bilamana engkau memilih seorang gadis, engkau bisa bergurau dengannya, dan ia juga bisa bergurau dengan kamu.” (Hadits Syarif).*/Muhammad Zul Arifin (Dari buku Bila Jodoh Tak Kunjung Datang, oleh Abu Al-Ghifari)