Hidayatullah.com–Sebuah restoran milik pengusaha Myanmar di kawasan Leboh Pudu, Kuala Lumpur, ramai pengunjung menjelang makan siang.
Rata-rata konsumen adalah warga Myanmar sendiri yang ingin menikmati masakan khas negara itu, antara lain mohinga, sup ikan dengan rasa asam pedas dengan pelengkap bihun.
Sejumlah konsumen menggelengkan kepala ketika dimintai komentar tentang kondisi dalam negeri negara mereka dengan alasan takut. Ditanyakan pula apakah etnik Muslim Rohingya adalah warga negara Myanmar seperti mereka yang beragama Buddha.
“Mereka dulunya pendatang. Oleh karena itu mereka tidak berhak mendapatkan kewarganegaraan,” kata seorang pengunjung restoran yang tidak mau disebutkan jati dirinya dikutip BBC.
Salah satu restoran Myanmar yang dijadikan tempat berkumpul warga negara itu di Kuala Lumpur. Jawaban yang sama juga dilontarkan oleh seorang pemuka komunitas Myanmar di Malaysia.
“Rohingya datang dari Bangladesh, bukan warga Myanmar. Sama seperti Thailand selatan dan Malaysia bagian utara, kedua negara berbatasan langsung sehingga warga bebas keluar masuk,” kata Ko San Win yang menjalankan badan amal untuk memberikan layanan pemakaman gratis lintas agama.
Sikap pemerintah
Bagaimanapun, menurut Ko San Win, tidak sepatutnya penduduk mayoritas yang beragama Buddha bermusuhan dengan minoritas Muslim Rohingya.
“Kita tidak boleh saling membunuh, kita harus hidup damai,” ujarnya.
Ko San Win telah berada di Malaysia sejak 2003 dan belum ingin kembali ke Myanmar.
Di Malaysia terdapat 139.200 pengungsi dari Myanmar yang terdaftar di Badan Pengungsi PBB (UNHCR), antara lain terdiri dari etnik Chin yang umumnya beragama Kristen dan Rohingya. Sisanya adalah dari etnik-etnik lain termasuk Bamar, mayoritas di Myanmar.
Apa yang dikatakan oleh beberapa pengunjung restoran dan pemuka masyarakat Myanmar di Malaysia, San Win, merupakan cermin dari pendirian pihak berkuasa Myanmar bahwa Rohingya bukan warga negaranya, melainkan pendatang dari Bangladesh meskipun dari generasi ke generasi Rohingya sudah berada di Myanmar.
BBC Indonesia berusaha meminta keterangan Menteri Luar Negeri Myanmar, Wunna Maung Lwin, di sele-sela KTT ASEAN di Kuiala Lumpur, Ahad (26/04/2015) tetapi ia menolak memberikan wawancara.
Dukungan
Soe Aung mengatakan ia mendukung kampanye agar Rohingya diakui sebagai warga Myanmar.
Soe Aung, aktivis politik Myanmar yang tinggal pengasingan di Thailand, mungkin adalah salah satu dari sebagian warga Myanmar yang mengakui etnik Rohingya.
“Catatan menunjukkan mereka (Rohingya) adalah salah satu kelompok etnik di Myanmar, tetapi kelompok-kelompok Buddha nasionalis ekstrem yang rasis mengklaim Rohingya bukan warga Myanmar,” jelasnya kepada BBC Indonesia, Rohmatin Bonasir di sela-sela KTT ASEAN di Kuala Lumpur.
“Saya pikir terdapat tangan-tangan tak tampak di belakang layar untuk membuat krisis lebih besar dengan menggambarkan bahwa Rohingya bukan etnik di Myanmar dan tidak boleh dianggap sebagai warga negara,” ungkap Soe Aung yang aktif di organisasi Forum untuk Demokrasi di Burma atau Myanmar.*