Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
Hidayatullah.com | ALHAMDULILLAH, Allah masih memberi kesempatan kepada kita untuk bisa memasuki bulan Ramadhan 1441 H. Di musim pagebluk (bahasa Jawa) atau wabah penyakit seperti sekarang, tentu suasana tidak seramai dan sesemarak Ramadhan pada musim-musim sebelumnya. Bahkan ada yang menyampaikan wacana untuk tidak berpuasa. Alasannya aneh, kuatir menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang virus.
Untuk mengantisipasi kegalauan yang mungkin dirasakan oleh sebagian kalangan, ada tiga langkah yang perlu kita lakukan. Ketiganya akan membuahkan sikap tahan banting, tidak mudah menyerah, sanggup dan kuat dalam menjaga iman dan Islam di tiap diri kita. Apa saja itu?
Pertama, usahakan untuk selalu berbaik sangka kepada Allah SWT. Sikap huznudzan (baik sangka) ini adalah sikap seorang muslim sejati. Kepada sesama manusia saja kita dianjurkan untuk baik sangka, terlebih kepada Allah yang Maha Mulia dan Maha Indah. Yakinlah bahwa selalu ada hikmah kebaikan pada setiap peristiwa yang Allah hadirkan dalam hidup ini. Tetaplah baik sangka bahwa Allah menginginkan yang terbaik untuk hamba-hambaNya yang beriman, sekalipun harus melewati beragam ujian seperti virus Covid-19.
Wabah ini tidak boleh membuat kita kalah sehingga cenderung menggiring kita untuk buruk sangka kepada Allah. Sungguh alangkah hina dan buruk seorang hamba yang memiliki sikap buruk sangka kepada Allah. Lambat laun sikap buruk ini menjadikan seseorang bisa mati dalam keadaan su`ul khatimah.
Baik sangka dan berpikir positif keduanya beririsan. Maka, cobalah untuk melatih diri dengan membuat penafsiran yang baik terhadap berbagai keadaan yang tidak nyaman. Berusahalah untuk melihat suatu masalah dari sudut pandang positif. Misalnya, kita sedang dilanda kecemasan akibat wabah penyakit. Kemudian kita menafsirakannya dengan tafsir seperti : wabah ini membuat aku lebih mengakrabkan diri dengan keluarga, mengurangi hal-hal yang tidak manfaat. Mungkin aku harus lebih disipilin dalam membudayakan hidup bersih.
Contoh tafsir huznudzan lainnya adalah ketika pengeluaran tetap tapi pemasukan berkurang akibat wabah. Kita katakan: mungkin saya harus lebih giat dalam menabung. Lebih rajin menyimpan sebagian gaji, tidak hidup boros, dan berhati-hati dalam membelanjakan harta untuk hal-hal yang benar-benar bermanfaat, bukan sekadar mengikuti selera.
Oleh karena itu, setiap hal buruk yang menimpa diri kita, kita hadirkan praduga baik kepada Allah. Dengan inilah, kita akan merasa tenang dan perasaan di dalam hati menjadi jauh lebih lega.
Kedua, selalu berdoa kepada Allah. Berdoa merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah. diantara bentuk sombong kita kepada Allah ketika kita enggan atau sedikit sekali dalam berdoa kepadaNya. Apakah kita sudah merasa mampu mennanggulangi persoalan dan problematika seorang diri? Apakah kita tidak membutuhkan sandaran kepada yang Maha Kuat, Maha Hebat, Maha Besar? Apakah kita tidak memiliki hajat kepada Allah?
Sungguh, Allah Maha Kaya. Andai tak seorang hamba berdoa kepadaNya, tidak mengurangi keagungan dan kemuliaan Allah. sebaliknya kita yang rugi, mengapa kita tidak berhajat kepada yang Maha Kaya. Bisa jadi, perasaan risau, sumpek, galau, dan suasan-suasana hati yang tidak sehat itu, disebabkan minimnya kita dalam berdoa kepada Allah.
Karenanya, jangan lepas dari doa. Angkatlah kedua tangan kita tinggi-tinggi, minta dan memelas iba kepada Allah agar Allah mengangkat segala keburukan, semua penyakit, wabah, bala dan musibah dari kita, negeri kta, dan dari umat Islam. Allah pasti akan mengabulkan doa kita, cepat atau lambat. Tugas kita hanya berdoa, pengabulaannya itu urusan Allah.
Ketiga, melipatgandakan sikap sabar. Setiap musibah yang kita hadapi dengan sikap sabar akan berbuah pahala di sisi Allah. Musibah apa saja yang mendera kita, apakah perasaan suntuk, rasa sakit, bahkan duri yang menusuk kulit kaki kita, akan menjadi ladang pahala jika kita hadapi dengan kesabaran.
Sabar tidak berarti berdiam diri tanpa tidak melakukan apa-apa. Tapi bersabar juga berarti beriktiyar dengan langkah-langkah yang tepat dalam mencari solusi dari suatu permasalahan dengan sekuat tenaga.
Ketahuilah, melakukan ketaatan, menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, dan menghadapi ujian kehidupan, membutuhkan kesabaran. Pada tiap kesabaran memiliki kandungan kebaikan yang berbeda, sebagaimana yang disinggung oleh Abdulah bin Abbas. Beliau mengatakan:
“Sabar dalam menunaikan kewajiban, pahalanya tiga ratus derajat; sabar dalam menjauhi hal-hal yang haram, pahalanya enam ratus derajat; dan sabar dalam menghadapi musibah pada hantaman pertama, pahalanya sembilan ratus derajat.”
Apa yang sedang kita lakukan di bulan Ramadhan saat ini mengandung ketiga jenis kesabaran. Ketika kita berpuasa yang merupakan kewajiban, sama halnya kita sedang melatih diri untuk bersabar. Kita belajar sabar dalam mengerjakan perintah Allah.
Ketika kita tidak makan dan minum selama berpuasa, sama halnya kita belajar sabar dalam menjauhi perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah SWT. Begitu pula saat kita bersabar di tengah mewabahnya penyakit. Imam Ali bin Abi Thalib berkata, “Kedudukan sabar dalam keimanan seseorang seperti posisi kepala pada tubuh. Tidak sempurna iman seseorang yang tiada kesabaran di dalamnya.”
Inilah ketiga cara agar Umat Islam tidak galau di bulan Ramadhan tahun ini. Hiasai kalbu kita dengan baik sangka, sabar, dan berdoa kepada Allah. dengan ketiga cara ini akan tertancap keyakinan kuat bahwa ketika Allah menurunkan suatu penyakit, Allah juga memberikan obat penawarnya. Yakin, bahwa tidaklah turun suatu musibah kecualoi terkandung pelajaran dan hikmah di baliknya. Tugas kita adalah berikhtiyar dengan sabar, doa, dan baik sangka. Selebihnya biar menjadi keputusan Allah.*
Pengasuh Majlis Taklim Ar-Rahmah, Sawojajar, Malang