SAAT ini, ekploitasi perempuan terjadi di hampir di seluruh aspek kehidupan. Perempuan dipaksa bekerja untuk bertahan hidup. Dikarenakan terbatasnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki yang seharusnya berkewajiban mencari nafkah, sedangkan lapangan pekerjaan bagi wanita dibuka seluas luasnya.
Ditambah lagi program pemberdayaan ekonomi perempuan agar wanita memiliki kemandirian ekonomi semakin digencarkan dan difasilitasi.
Isu gender pun selalu menjadi wacana utama permasalahan yang dihadapi wanita, bahkan dananya dikucurkan langsung dari Amerika.
Namun hasilnya bukan terselesaikan masalah perempuan?
Yang terjadi adalah kita hampir kehilangan sosok ibu yang melaksanakan perannya secara optimal. Para ibu hampir lupa dengan anak-anak mereka di rumah.
Bahkan dunia kerja sudah menjadi fokus utama ibu, sehingga peran yang Allah Subhanahu Wata’ala berikan sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga terabaikan.
Akibatnya anak kehilangan sentuhan dan perhatian ibu, tidak sedikit mereka mencari di luar dengan pergaulan bebas, narkoba juga terlibat dalam kekerasan.
Efek bagi suami pun terasa. Banyak permasalah selingku terjadi. Tak sedikit kasus anak yang digagahi ayah kandungnya sendiri menjadi berita di televisi. Naudzubillahi min dzalik!
Begitulah yang terjadi manakala kita hidup dalam sistem sekuler saat ini. Cenderung eksploitatif dan memunculkan kerusakan di berbagai lini.
Aneh saja rasanya, Islam memberikan peran yang begitu terhormat juga sesuai dengan fitrahnya bagi wanita yakni sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga.
Islam juga membolehkan wanita terjun ke dalam bidang public, dengan syarat pekerjaan yang tidak melalaikan peran utamanya, sebagi ibu dan sebagai istri.
Bukankah sudah terbukti, penelitian terbaru menunjukkan, wanita yang bekerja di luar rumah jarang bahagia.
Penelitian yang dilakukan oleh Centre for Work and Life di Universitas Australia Selatan dilakukan pada 60.799 wanita yang berusia 18 hingga 64 tahun.
Hasilnya, sebanyak 41 persen ibu rumah tangga mengalami tingkat kekhawatiran lebih tinggi daripada wanita karier yang juga menjadi seorang ibu.
Penelitian tersebut juga menyatakan, 28 persen ibu yang tinggal di rumah mengalami depresi. Sedangkan ibu bekerja tingkat depresinya lebih rendah, sekitar 17 persen.
Tidak hanya itu saja, survei juga mengungkapkan bahwa ibu rumah tangga mengalami tingkat stres 48 persen, kemarahan 19 persen, dan kesedihan 16 persen. Hal ini dikarenakan ibu yang bekerja cenderung lebih banyak tersenyum, tertawa, serta mempelajari banyak hal menarik.
Survei yang dilakukan Institute of Child Health, London, terhadap sekira 12.000 balita di Inggris menemukan bahwa anak-anak dengan ibu yang bekerja penuh lebih sedikit makan buah dan sayuran.
Kondisi ini tidak terjadi pada anak-anak yang ibunya bekerja paruh waktu.
Penelitian ini menunjukkan pada kita semua bahwa ibu yang tidak bekerja di luar rumah akan memiliki anak jauh lebih sehat.
Nah, saatnya kita kembali pada Islam, meyakini dan mengamalkan ajarannya. Agar keluarga kita sehat secara fisik dan ruhani.*
Winda Oktavianti
Ibu Rumah Rangga, tinggal di Lembang-Bandung