Hidayatullah.com– Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Hardinsyah mengatakan, sarapan sehat sebelum jam 9 penting sebagai sumber energi sebelum memulai aktivitas pagi hari.
Ketentuan sarapan sehat ada empat, yakni tepat waktu, tepat jenis, tepat komposisi, dan kebersihannya.
Sarapan tepat waktu adalah sebelum jam 9, komposisi yang tepat adalah menu sarapan harus mengandung karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin, dan mineral yang bisa memenuhi 1/4 gizi harian.
“Sesuai anjuran agama, makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang,” ujar Hardinsyah yang juga Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia dikutip Antara.
“Sarapan sebelum jam 9 penting, sebagai sumber energi, stamina dan kekuatan agar otak dapat berfungsi dengan baik,” ujarnya di sela kampanye Sarapan Sehat Sebelum Jam 9 di Kota Bogor, Jawa Barat, Ahad (13/11/2016).
Ia menjelaskan, alasan kenapa sarapan sebelum jam 9 pagi, karena satu jam sebelum aktivitas pekerjaan dimulai, kadar gula darah dalam tubuh mulai menurun, untuk mencegah hal tersebut, diperlukan nutrisi yang diperoleh dari sarapan pagi.
“Sarapan pagi sebelum jam 9, dimulai dari bangun tidur sebelum melakukan pekerjaan, atau berangkat sekolah,” ujarnya.
Pentingnya Makan dan Minum yang Baik
Ia mengatakan, salah satu tugas Pergizi Pangan Indonesia adalah mengedukasi masyarakat Indonesia, membangun kesadaran tentang pentingnya makan dan minum yang baik.
“Pergizi pangan mendukung substansi ilmiah akan pentingnya sarapan,” ujarnya.
Tahun 2010 lanjutnya, ditemukan fakta 7 dari 10 anak Indonesia tidak cukup sarapan.
“Harapan kami dalam waktu lima tahun mendatang semakin baik kualitas sarapan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Menurut Hardinsyah, sosialisasi dan edukasi sarapan sehat perlu terus dimasifkan, tidak hanya melibatkan satu lembaga, juga kerja sama pemerintah, masyarakat, ahli dan swasta.
Kurun waktu tiga tahun terakhir, sebuah survei terkait gizi dan sadapan di sejumlah kota di Pulau Jawa telah menunjukkan arah positif, terjadi penurunan jumlah kebiasaan tidak sarapan dari angka 60 persen menjadi 40 persen.
“Sosialisasi harus semakin intens dilakukan, antara pemerintah, kementerian kesehatan, ahli, dan swasta. Karena tentang gizi tidak hanya di Pulau Jawa, penduduk Indonesia tersebar dari Sumatera hingga Papau,” ujarnya.*