Hidayatullah.com– Terhitung 1 Januari 2018, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi memberlakukan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 5 persen.
PPn ini dikenakan bagi produk makanan, pakaian, barang elektronik, bensin, serta tagihan telepon, air dan listrik, dan pemesanan hotel.
Kebijakan baru ini diperkirakan akan berdampak pada kenaikan harga paket umrah.
Meski demikian, Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin berharap, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) cermat menghitung dan tidak asal menaikan biaya umrah.
“Travel umrah harus cermat menghitung setiap komponen pos pembiayaan. Kalaulah terpaksa harus menaikan, maka kenaikan itu harus rasional,” terang Menag di Jakarta, Kamis (04/01/2018) lansir Kemenag.
Menag mengingatkan PPIU untuk tidak mengambil keuntungan dengan adanya potensi kenaikan akibat penerapan pajak 5 persen oleh Saudi.
“Jangan sampai menaikkan harga lalu berdalih kenaikan karena pajak lima persen, tapi sesungguhnya untuk travel. Saya pikir hal seperti ini harus dihindari,” ujarnya.
Baca: Menag RI-Menteri Saudi Bahas Peningkatan Pelayanan Haji 2018
Kepada jamaah umrah, Menag mengimbau untuk bersikap kritis dalam memilih PPIU. Selain memastikan travelnya beriizin dan terpercaya, sikap kritis diperlukan terkait paket harga yang ditawarkan.
“Kita harus menjadi konsumen yang kritis. Kita lihat komponen apa saja yang ditawarkan. Misal, hotel bintang berapa? Dimana? Harganya bisa kita prediksi. Juga pelayanan katering dan maskapai penerbangan yang digunakan,” tuturnya.
“Kalaulah terjadi kenaikan harga, maka kenaikan itu memang bisa dimaklumi. Bukan kenaikan yang tidak terkontrol,” sambungnya.
Menurut Menag, Kementerian Agama saat ini tengah membenahi mekanisme dan proses penyelenggaraan umrah. Kemenag sedang menyiapkan sejumlah regulasi, salah satunya yang mengatur harga referensi dan batas minimal layanan biro travel. Harga referensi itu nantinya menjadi acuan bagi PPIU dalam menetapkan biaya perjalanannya masing-masing.
“Kita tidak ingin antar biro travel berlomba semurah mungkin, padahal tidak realistis sehingga yang menjadi korban adalah jamaah,” tegas Menag.
“Kita ingin semua mengacu pada harga referensi dan itu kita buat pada batas pelayanan minimal yang harus diberikan biro travel,” lanjutnya.
Selain regulasi, Kemenag juga sedang membangun Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (SIPATUH).
Melalui sistem online ini, kata Menag, pihaknya akan memonitor proses layanan PPIU, sejak dari pemberangkatan, layanan transportasi, akomodasi, dan konsumsi yang diberikan, sampai jamaah umrah kembali ke Tanah Air.
Baca: Perkuat Pengawasan Penyelenggara Umrah, Kemenag Buat SIPATUH
Sedang Dikaji
Sebelumnya, Menag mengaku sedang mengkaji dampak kebijakan Saudi tersebut, utamanya terkait dengan biaya ibadah haji 1439 H/2018 M.
“Kita sekarang sedang mendalami penetapan biaya ibadah haji 2018. Tentu akan ada kenaikan karena semua komponen, akomodasi, konsumsi, transportasi, terkena penambahan 5 persen itu,” terang Menag usai memimpin upacara peringatan Hari Amal Bakti Kementerian Agama di Jakarta, Rabu (03/01/2018).
“Kita sedang menghitung agar kenaikan itu tetap dalam jangkauan jamaah dan tidak jauh melonjak. Kita masih mendalami rincian biaya haji ini,” sambung Menag.
Menag mengaku mendapat kepastian tentang kebijakan ini sekitar dua minggu lalu, tepatnya saat berkunjung ke Saudi. Dalam kesempatan itu, Menag bertemu Menteri Haji Arab Saudi untuk membahas dan menandatangani MoU penyelenggaraan ibadah haji 1439 H/2018 M.*