Hidayatullah.com– Sekularisme menjadi topik pembahasan pertama pada perkuliahan Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Bandung angkatan ke-5 di semester kedua.
“Tabiat kaum sekuler itu selalu berpikir dualis. Mereka berusaha memisahkan sesuatu yang semestinya sejalan,” terang Akmal Sjafril selaku pemateri dalam kuliah di Ruang GSS E, Masjid Salman ITB, Bandung, Jawa Barat, Kamis (19/09/2019) lalu.
“Contoh konsep dualis mereka yaitu ketika memisahkan agama dari kehidupan. Misalnya, ketika mengagumi alam semesta, mereka tidak akan melibatkan sang penciptanya yang jelas-jelas Allah Subhanahu Wata’ala. Tabiat ini sering disebut sebagai ‘Disenchantment of Nature’, atau sikap menghilangkan pesona Ilahi dari alam,” tambah Akmal.
Selain itu, menurutnya, ada dua tabiat kaum sekuler lainnya yang harus diketahui. “Tabiat yang kedua adalah ‘Desacralization of Politics’ atau penghilangan kesakralan politik. Umat Islam boleh melakukan ritual-ritual ibadah asalkan jangan ikut berpolitik, karena kaum sekuler telah mem-framing bahwa politik itu kotor. Tentu saja, ketika umat Muslim tidak masuk ke politik, merekalah yang berkuasa,” ujarnya lagi.
Proses sekularisasi juga berusaha menghilangkan keabadian nilai. Hal yang dianggap tabu akan menjadi normal, begitupun sebaliknya. “Hal ini dikenal sebagai ‘Deconsecration of Values’,” kata Akmal lagi.
Baca: Pendiri SPI: Perang Pemikiran Butuh Keseriusan & Persiapan
Menurut Akmal, agenda-agenda sekuler ini telah sukses mengacaukan agama Kristen di Barat. “Dengan menapaktilasi keberhasilan itu, kaum sekuler ingin melakukan hal yang sama terhadap Islam,” pungkasnya.
Disa, salah seorang peserta SPI, turut berkomentar tentang materi kuliah kali ini. “Sejarah sekularisme ini merupakan wawasan baru bagi saya. Dilihat dari tabiatnya, virus sekularisme ini sudah menjangkiti Islam di Indonesia. Seperti kasus heboh baru-baru ini, yaitu sekularisme di bidang pendidikan,” jelas Disa.* Diva Oktaviani