Hidayatullah.com—Siapa saja yang pernah divonis bersalah melakukan kejahatan seksual akan dilarang mengikuti ujian penerimaan guru, kata Kementerian Pendidikan Korea Selatan hari Selasa (28/4/2020), sementara undang-undang yang berkaitan dengannya sudah direvisi.
Rapat kabinet menyetujui revisi UU Penunjukan Aparatur Pendidikan Publik, memberikan dasar hukum untuk melarang orang yang pernah dinyatakan bersalah melakukan kejahatan seksual dari mendaftarkan diri sebagai guru di sekolah-sekolah lokal, kata kementerian seperti diberitakan Yonhap.
Dalam UU revisi itu secara spesifik disebutkan terpidana kejahatan seksual, termasuk kejahatan seksual terhadap anak-anak, dilarang mendaftar sebagai guru.
Sebelum ini sebenarnya terpidana kejahatan seksual terhadap anak-anak, berdasarkan peraturan hukum yang ada, sudah didiskualifikasi dari seleksi penerimaan guru. Termasuk yang didiskualifikasi adalah orang yang dikenai hukuman denda lebih dari 1 juta won dalam kasus kejahatan seksual terhadap orang dewasa.
Namun, tidak ada klausul khusus yang secara jelas menyebutkan bahwa terpidana kejahatan seksual dilarang untuk mengikuti seleksi penerimaan guru.
“Di masa lalu pendaftar hanya diberitahu bahwa mereka tidak memenuhi syarat untuk menjadi guru. Namun, tidak dimungkinkan melarang mereka sejak awal berdasarkan hukum untuk mengikuti ujian seleksi,” kata seorang pejabat kementerian.
Akibatnya, sejumlah bekas terpidana kejahatan seksual lulus seleksi dan menutup peluang orang lain yang tidak memiliki catatan kriminal untuk menjadi guru, imbuh pejabat itu.
Lebih lanjut kementerian juga mengatakan berencana untuk melarang pelaku kejahatan seksual daring (online) dari posisi sebagai pengajar.
Pekan lalu, pemerintah Korea Selatan mengumumkan kebijakan yang lebih keras terhadap kejahatan seks digital, berjanji akan menghukum pembeli, pengiklan, pemilik materi pornografi anak dan remaja serta kejahatan seksual yang dilakukan terhadap mereka, serta orang yang memproduksi dan menjualnya.
Pemerintah mengatakan akan memperlakukan produksi materi seksual digital sebagai tindak pidana dan menghapus statuta limitasi untuk kasus-kasus kejahatan seksual.*