Hidayatullah.com- Pegiat ekonomi Islam Muhaimin Iqbal meminta para pemimpin Indonesia mengambil kebijakannya berdasarkan al-Qur’an, termasuk yang terkait ekonomi. Misalnya saat menangani bencana banjir dan asap.
Dalam kebijakan penanganan banjir di Jakarta, Founder Gerai Dinar tersebut berharap pemerintah bisa mengelola “pasang-surut” air. Menurutnya, Allah Subhanahu Wata’ala telah memberikan air yang begitu melimpah saat musim hujan. Limpahan air ini seharusnya bisa dikelola dengan baik, sebagai persiapan menghadapi datangnya musim kemarau.
Pesan ini disampaikan Muhaimin pada acara Seminar Kewirausahaan dan Ekonomi Islam di AQL Islamic Center, Jalan Tebet Utara I no 40 Jakarta Selatan, belum lama ini.
Seminar yang digelar Ar-Rahman Entrepreneur Community (AEC) ini bertajuk “Let’s Change The World with Syariah Business”.
Menurut Muhaimin, dalam potongan ayat 34 Surat Yasin, “Wafajjarna fiha minal uyun,” terdapat pesan tata cara mengelola air. Ayat ini bermakna, ‘Dan kami pancarkan padanya beberapa mata air’.
Begitu pula dalam Surat Maryam, tambah Muhaimin, terdapat pesan untuk “mengalirkan anak sungai”. Memancarkan mata air dan mengalirkan anak sungai merupakan cara-cara pengelolaan air yang diisyaratkan Allah dalam al-Qur’an.
“(Kita) dikasih air banyak (musim hujan), direm kemudian (melalui kemarau). Kita (di)suruh ngelola saja enggak bisa. Itu dengan bangganya hujan diusir, dibuang ke laut,” ujarnya, tampaknya menyinggung kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang telah menebar garam di awan untuk mengalihkan hujan.
Gunakan Al-Qur’an tanpa “Tetapi”
Muhaimin berpendapat, dalam menangani bencana asap Riau pun al-Qur’an juga telah memberi solusi. Bencana ini, menurutnya, faktor utamanya karena Indonesia masih mengikuti ajaran Belanda, yaitu menanam sawit.
Padahal, menurutnya, sawit bukanlah tanaman Indonesia. Seperti diketahui, bencana asap di Riau dinilai akibat pembakaran lahan untuk perkebunan sawit.
Menurut Muhaimin, daripada menanam sawit, lebih baik Indonesia menanam kurma atau zaitun. Keduanya telah disebutkan berkali-kali dalam al-Qur’an.
Muhaimin mengaku, pihaknya telah membuktikan jika kurma dan zaitun bisa hidup di Tanah Air. Seperti yang telah dia kerjakan di kawasan pertanian Jonggol Farm, Bogor, Jawa Barat, miliknya.
“Solusinya mengatasi asap lagi-lagi dengan al-Qur’an. (Kurma) pasti bisa ditanam di kita. Di institusi kita diajarin membibit zaitun,” ujarnya.
“Kalau Anda pengen belajar nanam kurma, bisa kita ajari. Kalau Anda pengen belajar nanam zaitun, bisa kita ajari,” tantangnya.
Muhaimin mengaku, dirinya sebenarnya bersyukur tinggal di Indonesia. Sebab para pemimpinnya kebanyakan Muslim dan paham al-Qur’an. Namun mereka dinilai belum menggunakan al-Qur’an sebagai rujukan dalam mengambil keputusan.
“Saya bersyukur tinggal di Depok. Kenapa? Karena walikota saya Muslim, gubernur (Jawa Barat. Red) saya ustadz, presiden saya Muslim. Saya bermimpi, suatu saat ketika punya masalah, mereka membuka al-Qur’an,” ujarnya.
Menurutnya, yang menghambat para pemimpin tersebut merujuk al-Qur’an dalam mengambil keputusan hanya satu kata.
“Kata itu adalah ’tetapi’. (Seharusnya) bagaimana kita menggunakan al-Qur’an tanpa kata ‘tetapi’,” pesannya.
“Sekarang kita diajari Belanda (tanam sawit. Red), kita ikuti. Diajarin al-Qur’an kita pakai ‘tetapi’,” sindirnya.*
(Foto: Slide gambar tanaman kurma di Jonggol Farm milik Muhaimin Iqbal -by Syakur)