Hidayatullah.com– Sejumlah pihak mulai dari Majelis Ulama Indonesia dan pihak Kementerian Agama mendukung warga Klaster Water Garden Perumahan Grand Wisata, Desa Lambang Jaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, membangun Mushalla Al Muhajirin.
Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan HAM pada MUI Kaspudin Nor mengatakan, pengembang Perumahan Grand Wisata, Bekasi itu tak punya legal standing atau kedudukan hukum saat menggugat warga yang telah sah memiliki lahan yang mereka beli.
Oleh karena itu, MUI mendukung warga Klaster Water Garden Perumahan Grand Wisata itu membangun Mushalla Al Muhajirin karena sudah memenuhi persyaratan pembangunan meski digugat pengembang perumahan setempat.
“Setelah proses jual beli selesai, seluruh hak dan kewajiban terhadap tanah melekat kepada pembeli sebagai pemilik. Persoalan kedua pihak sudah selesai setelah serah terima tanah,” ujar eks Komisioner Komisi Kejaksaan RI itu lewat siaran pers pada Sabtu (06/03/2021).
Dukungan MUI disampaikan usai warga Klaster Garden didampingi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bekasi, Kemenag Kabupaten Bekasi, dan KUA Kecamatan Tambun Selatan mengadukan persoalan gugatan hukum itu ke Kantor Pusat MUI.
“Alhamdulillah kami mendapatkan dukungan dari para kiai, ustadz, dan guru-guru atas pembangunan mushalla tersebut,” kata Rahman Kholid selaku tokoh masyarakat Klaster Water Garden dikutip dari laman Antara News.
Pada pertemuan itu, jelasnya, warga Muslim Water Garden menjelaskan kronologi timbulnya gugatan hukum pembangunan mushalla. Sejumlah klausul yang diajukan pengembang soal larangan warga mengumandangkan azan dengan pengeras suara, shalat Jumat, dan pengajian di mushalla yang dibangun juga turut menjadi sorotan.
Warga pun kembali menegaskan, semua proses dan persyaratan pendirian dan pembangunan mushalla sudah dipenuhi. Katanya, Pemkab Bekasi semestinya pun tak punya alasan kuat untuk menahan penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB).
Menurut Kaspudin, tanah kavling seluas 226 meter persegi yang menjadi fasilitas sosial atau fasilitas umum juga seharusnya tak menjadi persoalan sepanjang sudah memperoleh persetujuan pengguna dan warga sekitar berdasarkan aturan.
Kaspudin menilai pemerintah daerah seharusnya tidak menghalangi upaya warga membangun mushalla sebab hal itu akan melanggar kebebasan beribadah dan prinsip kepentingan umum. Apalagi pengembang perumahan tidak menyediakan fasilitas di klaster itu.
Usulan pemerintah daerah mendorong warga agar meminta persetujuan pembangunan mushalla kepada pengembang juga dinilai keliru. Sebab seharusnya sebagai badan hukum publik posisi pemerintah tak boleh tunduk kepada pengembang yang notabene merupakan badan hukum privat.
Ketua FKUB Kabupaten Bekasi Athoilah Mursyid juga mendukung warga setempat. Athoilah menilai telah menerbitkan rekomendasi pembangunan mushalla sebab sudah memenuhi segala persyaratan.
Athoilah mengatakan bahwa mushalla itu telah mendapatkan dukungan minimal 90 warga pengguna dan 60 pendukung.
“Verifikasi lapangan juga telah dilakukan dan semuanya sesuai dengan dokumen yang diajukan,” jelasnya.
FKUB pun menegaskan, dalam menerbitkan rekomendasi, FKUB tidak memerlukan surat tambahan dari instansi lain, termasuk pemerintah daerah. Sehingga, Pemkab Bekasi seharusnya segera menyetujui IMB Mushalla Al Muhajirin yang sudah diajukan warga sejak lama.
Seksi Bimas Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Bekasi menyampaikan hal senada, bahwa pihaknya telah menerbitkan rekomendasi tertulis pembangunan mushalla setelah melakukan verifikasi terhadap seluruh dokumen. Selain itu, pengecekan di lapangan memperlihatkan, keberadaan mushalla sudah menjadi kebutuhan riil masyarakat di Klaster Water Garden.
Sebelumnya warga Klaster Water Garden digugat PT Putra Alvita Pratama sebagai pengembang perumahan di bawah Sinarmas Group. Gugatan bernomor 326/Pdt.G/2020/PN Ckr itu berisi gugatan perkara wanprestasi yang saat ini tengah berproses di Pengadilan Negeri Cikarang setelah gagal pada tahap mediasi.*