Oleh: Kholili Hasib
BEBERAPA waktu lalu, isu pemberlakuan hukum pidana Islam yang diterapkan di Brunei Darussalam menuai kecaman dari pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), artis hingga politisi negara-negara Barat.
Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta meninjau kembali kebijakan pelaksanaan hukum hudud di Brunei. Isu-isu berkembang diarahkan kepada sebuah pandangan bahwa hukum syariah tidak manusiawi, kejam dan merendahkan hak orang.
Pengarahan isu kepada peminggiran hukum syariah tersebut tentu saja bisa kita nilai sebagai pembangunan stigma negatif terhadap Islam. Di sisi lain, isu hukuman mati di Negara-negara non-Muslim tidak sebesar pemberlakukan hukum pidana Islam di Brunei.
Di China misalnya, pernah dua koruptor dihukum mati dengan cara ditembak di kepala. Di lain itu, juga telah beberapa kali dilaksanakan hukuman mati. Meskipuan juga dikecam Negara-negara Barat, akan tetapi tidak seheboh isu hukum pidana hudud di Brunei.
Hudud merupakan jamak dari kata had, artinya batasan.
Menurut syar’i, istilah hudûd adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ (syariat Allah) untuk mencegah terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama dan menghapus dosa pelakunya.
Juga, negara adidaya yang menyelesaikan persoalan dengan cara diperangi atas satu yang dianggap pelanggaran, tak pernah menjadi isu heboh dan ramai di negara Barat.
Barat dalam hal ini memiliki catatan dan pandangan sendiri terhadapa Islam. Ada kesan Islamophobia terhadap agama Islam.
Kecemburuan
Respon dan reaksi berlebihan yang ditunjukkan sebenarnya hanyalah bentuk kecemburuan terhadap Islam. Jika ditelisik, akar-akarnya telah lama dipupuk oleh para orientalis Barat dahulu seperti Peter Venerabilis, Martin Luther, Nicolaus Cusanus, Johannes Damascenus, William Muir dan lain-lain.
Para pendahulu orientalis tersebut memiliki cara pandangan ‘miring’ terhadap al-Qur’an, dan nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalllam.
Salah satu hujatan dan bentuk kebencian itu adalah pendapat Martin Luther, yang terkenal sebagai tokoh Protestan. Dalam pandangan Luther, pada akhirnya Al-Quran adalah karangan setan. Luther berpendapat bahwa setan adalah seorang pembohong dan pembunuh. Al-Quran mengajarkan kebohongan dan pembunuhan, dan masih banyak lagi pernyataan-pernyataan miring lainnya.
Pada satu sisi Kristen Barat mengalamai problema orisinalitas kitab suci, dan kebingunan tentang teologi.
Barangkali, yang ada dalam nalar mereka, jika agama orang Barat telah ‘dirusak’ oleh sekularisme, maka bagi orientalis Islam harus mengalamai itu juga.
Pada sisi lainnya, Islam memberi kritik terhadap problema yang dialami Yahudi dan Kristen. Dalam al-Qur’an, ketuhanan Yahudi dan Kristen dikritik.
Allah Swt berfirman: Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan ‘Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.” (Q.S 19:33).
Begitu pula al-Qur’an membongkar kejahatan kaum Yahudi. Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.” (QS.17:4).
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengikat perjanjian setia dengan kamu semasa Kami angkatkan bukit Tursina itu ke atas kamu (sambil Kami berfirman): “Ambilah (dan amalkanlah ajaran Kitab Taurat) Yang Kami berikan kepada kamu itu dengan bersungguh-sungguh, dan dengarlah (Apa Yang diperintahkan kepada kamu dengan mematuhinya)”. mereka menjawab: “Kami dengar, dan Kami menderhaka”. sedang kegemaran menyembah (patung) anak lembu itu telah mesra dan sebati di dalam hati mereka, Dengan sebab kekufuran mereka. Katakanlah (Wahai Muhammad):” amatlah jahatnya apa yang disuruh oleh iman kamu itu kalaulah kamu orang-orang yang beriman.” (QS. 2: 93).
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Selain itu, hanya Islam yang mampu menaklukkan Eropa. Agama-agama dan bangsa lain tidak pernah mampu. Karena itu mereka berpandangan, bahwa yang memiliki potensi untuk melawan peradaban Barat adalah Islam.
Ternyata, kecaman Barat terhadap hukum pidana Islam dapat dinilai sebagai bentuk Islamophobia dan kecemburuan terhadap Islam.
Memang hukum hudup bukan representasi utuh Islam. Sebab, hukum pidana adalah satu bagian dari peradaban Islam.
Hudud bukan Islam. Tapi peradaban Islam itu berupa; akidah, syariah, akhlak, adab, sastra dan lain-lain.
Justru unsur inti peradaban Islam adalah akidah. Oleh sebab itu, jika kaum Muslimin berkehendak menegakkan Islam sebagai pandangan hidup maka kaum Muslimin perlu memperjuangkan akidah, akhlak, adab dan syariah.
Kaum Muslimin tidak akan siap melaksanakan syariah sebelum individu Muslim dididik adab, akidah dan syariahnya.
Pofessor. Wan Mohd Wan Daud baru-baru ini memberi nasihat, bahwa untuk membina peradaban Islam dan siap menerima hukum Islam maka individu Muslim harus diedukasi terlebih dahulu dari sisi akidah, adab dan makna syariah itu sendiri. Tanpa itu kaum Muslimin tak akan siap.
Maka, kata Prof. Wan Mohd Daud, perjuangan besar saat ini adalah perjuangan membangun konsep-konsep kunci Islam. Sebab, Barat mengubah konsep Islam dan membuat konsep baru.*
Penulis adalah Peneliti InPAS Surabaya