Hidayatullah.com–TotalEnergies, salah satu konglomerat energi terbesar di dunia, mengatakan akan berhenti beroperasi di Myanmar karena situasi HAM yang semakin memburuk sejak kudeta militer tahun lalu.
Perusahaan itu menghadapi tekanan agar memutuskan hubungan finansial dengan junta sejak tentara merebut kekuasaan dari pemerintah sipil pada Februari 2021.
“Situasinya, berkenaan dengan hak asasi manusia dan lebih umum aturan hukum, yang terus memburuk di Myanmar… membuat kami menilai kembali situasi dan tidak lagi memungkinkan bagi TotalEnergies untuk memberikan kontribusi yang cukup positif di negara ini,” kata perusahaan itu hari Jumat (21/1/2022) seperti dilansir AFP.
TotalEnergies akan menarik diri dari ladang gas Yadana di Laut Andaman, yang menyediakan listrik bagi penduduk lokal Burma dan negara tetangga Thailand, paling lambat enam bulan setelah berakhirnya masa kontrak.
Human Rights Watch mengatakan proyek gas alam adalah satu-satunya sumber pendapatan mata uang asing terbesar Myanmar, menghasilkan lebih dari $1 miliar setiap tahun.
Namun, Total mengatakan belum menentukan cara apa pun untuk memberikan sanksi kepada junta militer tanpa menghindari penghentian produksi gas dan pembayaran berikutnya ke Myanmar Oil and Gas Enterprise (MOGE) yang dikendalikan militer.
Tahun lalu, perusahaan itu mengumumkan bahwa mereka menangguhkan pembayaran tunai untuk usaha patungan dengan militer, Moattama Gas Transportation Company Limited (MGTC).
Total membayar sekitar $230 juta kepada otoritas Myanmar pada tahun 2019, dan $176 juta lagi pada tahun 2020 dalam bentuk pajak dan “hak produksi”, menurut laporan keuangan perusahaan itu sendiri.
Hari Jumat, Total mengatakan bahwa sejauh ini berusaha, sesuai aturan hukum, membatasi aliran keuangan ke MOGE.
Namun, perusahaan itu juga mengatakan
“secara materi tidak mungkin” untuk mencegah aliran dana itu karena perusahaan energi nasional Thailand, PTT, yang melakukan sebagian besar pembayaran itu atas gas yang dibelinya.
Sekitar 30 persengas yang diproduksi TotalEnergies di Yadana dijual ke MOGE untuk kebutuhan domestik, menyuplai sekitar setengah pasokan listrik Yangon, kota terbesar di Myanmar.
Sekitar 70 persen diekspor ke Thailand dan dijual ke PTT.
TotalEnergies sudah mengoperasikan ladang gas itu, yang memproduksi sekitar 6 miliar kubik gas per tahun, sejak tahun 1992.
Tekanan dan sanksi diplomatik internasional telah meningkat terhadap junta militer Myanmar sejak kudeta tahun lalu yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Militer Myanmar juga menghadapi tuduhan pelanggaran HAM serius atas perlakuannya terhadap minoritas Rohingya yang sebagian besar Muslim, yang menghadapi penganiayaan yang meningkat sejak 2017.
Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa dan Inggris telah memberlakukan sanksi ekonomi yang ditargetkan pada militer Myanmar, para pemimpin dan entitasnya.
Operator telekomunikasi Norwegia Telenor pekan ini menjual sahamnya di layanan pembayaran digital Burma.*