Hidayatullah.com–Perdana Menteri Belanda Mark Rutte dituding memberikan harapan palsu, dengan mengatakan bahwa kasus pencabulan oleh rohaniwan Katolik di masa lampau akan bisa diadili dengan hukum yang berlaku sakarang.
Dilansir oleh Radio Nederland (18/01/2012), di televisi Rutte mengatakan bahwa ia pribadi yakin, kekebalan hukum berdasarkan undang-undang pembatasan Belanda seharusnya tidak diterapkan dalam kasus pencabulan anak oleh para rohaniwan gereja. Dan masalah itu akan ditinjau kembali, berikut kaitannya dengan peraturan perundangan di Eropa.
Namun awal pekan ini, Menteri Kehakiman dan Keamanan Ivo Opstelten mengumumkan bahwa tiadak ada yang bisa dilakukan terhadap kasus-kasus yang terkena undang-undang pembatasan. Tentunya hal ini menimbulkan kekecewaan di kalangan korban yang sebelumnya telah mendapatkan harapan dengan adanya pernyataan Rutte tersebut, kata Madeleine van Tootenburg anggota parlemen dari Partai Kristen Demokrat kepada radio publik NOS.
Hari Rabu kemarin, sejumlah korban pencabulan rohaniwan Katolik mendatangi gedung parlemen untuk mengadakan dengar pendapat dengan komite kehakiman dan keamanan. Uskup Wim Eijk juga hadir dalam acara itu.
Mereka membahas temuan tim penyelidik Deetman, yang beberapa waktu lalu ditugaskan mencari tahu tentang kejahatan seks di lingkungan gereja.
Wakil Menteri Kesehatan Marlies Veldhuijzen van Zanten dan Menteri Opstelten berencana membentuk satuan tugas guna memonitor rencana aksi yang ditujan untuk menangkal kejahatan seksual terhadap anak-anak. Tidak hanya itu, kedua menteri tersebut juga berjanji akan melihat lebih jauh kasus-kasus kejahatan seksual, KDRT dan pemaksaan pelacuran.*