Hidayatullah.com–Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali menolak klaim bahwa konstitusi baru memperluas kekuasaannya untuk menginstall “kediktatoran”.
Menurutnya, jika itu terjadi, rakyat akan menjadi benteng utama dalam menentang usaha semacam itu.
“Turki tidak bisa lagi melanjutkan konstitusi yang disiapkan selama periode kudeta,” ujar Erdogan.
Ia mengatakan bangsa ini (Turki, red) layak memiliki konstitusi yang lebih kompatibel dengan sejarah, budaya, kepekaan, tuntutan dan visi mereka, ujarnya saat berbicara pada sebuah acara di Provinsi Barat Çanakkale.
Erdogan juga menyinggung kembali masalah pengubahan sistem parlementer ke dalam sistem presidensial.
“Mereka mengatakan sistem presidensiel akan membawa kediktatoran, Apakah ada kediktatoran di Amerika Serikat, Meksiko, atau di Brasil?”
Menurutnya, bangunan dari Turki baru tidak bisa dihindari.
“Sebuah sistem presidensiel adalah, Insya Allah, tak terelakkan,” kata Erdogan.
Pemilihan Umum (Pemilu) bulan Agustus untuk pertama kalinya seorang presiden Turki dipilih langsung oleh rakyat. Erdogan menegaskan ia kini memiliki mandat rakyat untuk menjadi pemimpin yang aktif dan kuat.
Turki mengadakan pemilihan parlemen pada bulan Juni, dengan mayoritas parlemen adalah pro-Erdogan, yaitu Partai Keadilan dan Pembangunan (AK Party/AKP).
Amandemen konstitusi membutuhkan dukungan lebih dari dua pertiga 550 kursi parlemen, atau setidaknya 367 orang.
AK Party, yang saat ini memiliki 312 kursi, mengharapkan jumlah yang signifikan dari pemilu pada tanggal 7 Juni mendatang.
Sejak kampanye pemilu tahun lalu, Erdogan senantiasa mengatakan akan membuat jabatan presiden memiliki peran yang lebih luas dalam pemerintahan, tidak seperti para pendahulunya. [Baca: Erdogan: Tak Ada Saku di Kain Kafan, Sistem Presidensial demi Kemajuan Turki]
Erdogan mengatakan, sistem pemerintahan saat ini tidak cocok untuk Turki. Sistem baru (presidensial) menurutnya akan memungkinkan pengambilan keputusan secara cepat yang saat ini diperlukan untuk mempercepat pembangunan.*/Zayd