Sambungan artikel KEDUA
Oleh: Ilham Kadir
Habib Salim Segaf Al-Jufri tampil memperkenalkan struktur kepengurusan baru DPP PKS, yang ternyata telah melakukan perombakan besar-besaran hanya dengan mengedepankan adab musyawarah, tidak terdengar hiruk-pikuk sama sekali sebagaimana yang selalu menimpa partai manapun di Indonesia. Tentu, ini adalah contoh bagus bagi partai lainnya, bahwa suksesi kepemimpinan dan kepengurusan partai cukup dengan wadah musyawarah.
Pada kesempatan itu, Ketua Dewan Syura yang diduduki oleh Salim Segaf Al-Jufri menekankan bahwa PKS kini ingin kembali pada niat awal berdirinya, karena itu, bermaksud mengundang seluruh ormas Islam untuk mendengarkan masukan, apa yang harus dibenahi dari partai ini, dan apa yang harus diperbuat demi umat. “Alhamdulillah PKS beberapa hari lalu, telah malakukan pergantian dewan syura, juga pengurus harian DPP dengan cara musyawarah. Partai ini, kita inginkan menjadi milik umat Islam dan agar diridhai Allah. Untuk apa kita melakukan sesuatu yang ujung-ujungnya tidak mendapat ridha dari Allah.” Ujar sang Habib.
Beliau menginginkan agar umat Islam mendukung langkah-langkah PKS ke depan jika memang sesuai dengan keinginan umat dan menegur manakala menyimpang dari tujuannya sebagai partai dakwah. Menurutnya, hanya dengan mengedepankan kebersamaan umat ini akan kuat dan solid. Jika bercerai-berai makan tidak akan menjadi kuat.
Bahkan mantan Mensos ini menegaskan, Sekuat-kuatnya kita kalau sendiri pasti lemah. Coba kita lihat di dunia ini, umat Islam mengalami masa-masa krisis. Di Timur Tengah saja, khususnya di Suriah, puluhan ribu pengungsi tertatih-tatih akibat konflik yang berkepanjangan, dan tidak adanya persatuan di antara mereka.
Ia melanjutkan bahwa di negeri kita pun demikian, Coba kita liat, apa yang bisa kita buat. Dulu kita adalah negara dengan pemimpin otoriter, sekarang, di masa demokrasi dengan plus minusnya. Semesitnya, suasana demokratis ini, yang menjadi pemimpin adalah kalangan mayoritas, yaitu muslim. Zaman ini adalah one man one vote. Tapi sayangnya, perpecahan internal umat menjadikan kita semakin lemah.
“Bahkan banyak daerah yang pemimpinnya non-muslim, termasuk Ibu Kota Jakarta yang dihuni oleh mayoritas umat Islam, begitu pula di daerah lain seperti Kalimantan. Karena itu, para tokoh yang memiliki jamaah, harus terjun dan bersatu. Kekuatan kita adalah kebersamaan,” paparnya dengan nada datar dan tenang.
Kelihatannya, PKS kini benar-benar berusaha kembali ke khittah, sebab melihat struktur kepengurusanna, kader-kader dan konseptor selama ini yang memiliki peranan besar dalam membesarkan PKS sekaligus menjadi bagian dari masalah tidak terlihat lagi duduk di posisi sentral dan strategis. Dewan Syura, yang selalu dipimpin Hilmi Awaluddin sudah tak terlihat, begitu pula Tifatul Sembiring, Mahfud Shiddig, hingga Fahri Hamzah. Posisi strategis semua diisi dengan orang-orang yang terkenal sederhana, berilmu, namun rendah hati. Sebutlah Sohibul Imam sebagai Presiden Partai, Hidayat Nurwahid sebagai Wakil Ketua Majelis Syura, hingga Untung Wahono sebagai Sekertaris Majelis Syura.
Karena itu, dalam Musyawarah Nasional PKS ke-4 di Depok (14-15/9) kemarin harus menjadi momentum untuk membuktikan slogannya sebagai partai Bersih, Peduli, Profesional. Semoga!*
Anggota MIUMI, Kandidat Doktor Pendidikan Islam UIKA Bogor