Oleh: Muhaimin Iqbal
Krisis pangan yang berujung pada Food Gap yang semakin menganga sebenarnya mudah dideteksi gejalanya di sekitar kita. Selain harga pangan yang semakin mahal, juga kwalitas makanan yang semakin menurun – buah dan sayur tidak lagi beraroma juga salah satu gejalanya. Krisis ini bisa dicegah bila kita bisa memahami inti permasalahannya. Untuk memahami ini dalam tataran teknis operasional kita butuh science , tetapi tentu science saja tidak cukup – karena science hanya menghasilkan dzon (dugaan) sektoral sesaat. Kita butuh guidance – yang kebenarannya hakiki sepanjang jaman, dan ilmuNya meliputi segala sesuatu.
Saya ambilkan contoh buah jeruk yang tidak lagi beraroma harum dan manis rasanya – seperti jeruk keprok yang kita rasakan sewaktu kita kecil dahulu. Itupun kalau bisa berbuah banyak, bila Anda menanam pohon jeruk atau pohon apapun di halaman Anda sekarang – kecil kemungkinan buahnya bisa optimal, seperti buah-buahan jaman dahulu. Mengapa?
Untuk tumbuh subur tanaman butuh tanah yang mengandung segala macam mineral dan tanah yang dipenuhi microflora – komunitas microorganism yang ada di tanah meliputi microba, jamur dan algae.
Mineral yang semula memenuhi lapisan permukaan bumi kita itu, dari waktu kewaktu tergerus air hujan – mengalir ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Dampaknya mineral yang sangat dibutuhkan tanaman itu menjadi langka. Di perkotaan gerusan ini berjalan lebih cepat karena air jarang meresap di tanah perkotaan.
Itulah sebabnya tanah-tanah perkotaan lebih cepat kehilangan kesuburuannya, ketika Anda menanam buah-buahan-pun tidak berbuah secara optimal baik kwantitas maupun kwalitasnya. Hal yang sama terjadi di pedesaan tetapi dengan tingkat penggerusan yang lebih rendah, lebih rendah lagi tingkat penggerusannya di daerah yang lingkungan alamnya terpelihara.
Selain melalui proses penggerusan air hujan, mineral juga disedot oleh tanaman-tanaman di daerah pertanian. Itulah sebabnya di daerah pertanian manusia modern menaburinya dengan pupuk-pupuk kimia berupa NPK dlsb. Dan disinilah salah satu letak dzon atau dugaannya itu.
Manusia mengira bahwa dengan menggantikan beberapa zat kimia, NPK dan sejenisnya mereka telah mengembalikan kesuburan lahan. Untuk sesaat nampak seolah benar, tetapi tidak sampai seabad usia manusia, moanusia modern telah menyadari kesalahannya dari dzon pupuk kimia tersebut.
Pertama tanaman tidak hanya butuh beberapa zat kimia seperti NPK dan sejenisnya, ada lebih dari 90 mineral di muka bumi ini – hingga kini belum semuanya dipahami manusia berapa yang dibutuhkan tananaman dan untuk fungsi apa masing-masingnya.
Yang kedua adalah ketika beberapa zat kimia yang dikira memberi manfaat tersebut ditambahkan terus menerus ke tanah, dampaknya tanah menjadi overdosis dengan zat-zat kimia tertentu – yang tentu saja tidak semuanya bisa diserap tanaman.
Lantas kemana kelebihannya? Seperti manusia yang keracunan obat, kelebihan zat kimia itu meracuni tanah dan membunuh microflora yang jumlahnya milyaran di setiap genggaman tanah.
Kombinasi antara overdosis sejumlah unsur kimia, berkurangnya unsur-unsur lain dan terbunuhnya (sebagian) microflora inilah yang membuat tanah-tanah pertanian maupun perkotaan tidak lagi memberikan hasil optimal dari sisi kwalitas maupun kwantitas dalam jangka panjang.
Dalam jangka pendek fenomena ini juga bisa kita amati dari rasa buah di musim kemarau dan musim penghujan. Mengapa buah jambu Anda tidak terasa manis di musim penghujan, sementara ketika berbuah di musim kemarau masih lebih manis rasanya?
Salah satu penyebabnya adalah konsentrasi mineral yang ada di dalam tanah. Ini bisa dianalogikan dengan sesendok gula yang bila Anda campur dengan segelas air, maka air menjadi manis. Tetapi bila sesendok gula yang sama Anda campur dengan 1 galon air, maka air dalam galon tidak terasa manis.
Ketika jumlah mineralnya sama, air yang diserap tanaman di musim kemarau mengandung konsentrasi mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan air yang diserap tanaman di musim penghujan.
Itu semua adalah penjelasan dari sisi science -nya, tetapi ketika kita mengatasi masalah hanya dengan science – kita tahu dampaknya seperti kasus pupuk di atas. Manusia mengira dengan pupuk iu telah berbuat kebaikan, tetapi kenyataannya sebaliknya dalam jangka panjang – merusak lingkungan dan kehidupan microflora di dalam tanah – yang berujung Food Gap tersebut di atas.
Lantas kalau kita gunakan guidance atau petunjuk, apakah petunjuk kehidupan kita – Al-Qur’an – itu memberikan penjelasan teknis detil untuk masalah-masalah operasional seperti pupuk tersebut di atas?
Tentu saja – Al-Qur’an yang merupakan petunjuk menyeluruh, jawaban untuk seluruh masalah itu menjelaskannya. Bahkan lebih dari 1000 tahun sebelum manusia bisa memahami adanya unsur-unsur NPK dlsb. tersebut di atas, petunjuk itu sudah turun menjelaskannya.
Hanya petunjuk ini tidak serta merta bisa dipahami semua orang. Perlu manusia yang tidak berhenti memikirkan ciptaanNya, ketika berdiri, duduk maupun berbaring – sepanjang waktu, itulah yang disebut ulil albab atau orang yang menguasai inti persoalan.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi ulil albab, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.” (QS Ali Imron [3]:190-191).* (BERSAMBUNG)
Penulis adalah Direktur Geraidinar.com