Hidayatullah.com – Dalam membuat produk hukum berupa Undang-undang, termasuk wacana soal UU tentang LGBT, Indonesia dinilai tidak bisa benar-benar terlepas dari agama.
Karena akan mencederai UUD 45 pasal 29, Muqoddimah Undang-undang Dasar, sila pertama dalam Pancasila, dan juga UU HAM yang mengakomodasi kewajiban dasar.
Hal itu disampaikan Staf Pengajar Fakultas Hukum UI, Dr. Heru Susetyo, SH kepada hidayatullah.com disela-sela menjadi pembicara pada seminar bertema ‘LGBT dalam Prespektif Keilmuan’ di Universitas Indonesia, Sabtu (27/02/2016).
“Kita tetap tidak bisa membuat produk hukum yang benar-benar terlepas dari agama. Jadi harus bernafaskan semangat agama juga, walaupun kita memang bukan Negara agama tapi kita juga bukan sepenuhnya Negara sekuler,” ujar pria yang meraih doktor bidang Human Rights and Peace Studies di Mahidol University, Bangkok – Thailand.
Terkait wacana UU Anti LGBT, Heru menekankan tidak bisa mengutamakan sekelompok orang tapi menghinakan sekelompok orang yang lainnya yang lebih besar.
“Harus dilihat perimbangannya, HAM itu dibatasi HAM orang lain, tidak bisa sebebas-bebasnya,” tukasnya.
Baca: DPR Usulkan RUU Anti-Penyimpangan Perilaku Seksual
Heru menjelaskan, Negara memang tidak bisa melarang individu maupun organisasi LGBT, seorang LGBT bisa dipidanakan apabila ia melakukan kejatahan sebagaimana umumnya, atau ketika menyebarkan propaganda gerakan LGBT secara massif.
“Karena kalau dilarang harusnya bukan orangnya ya, kalau itu justru kita bantu,” ungkapnya.
“Namun jika sampai ada proses kampanye, meminta legalisasi same sex marriage (SSA), itu sudah berlebihan, mencederai agama dan Negara, juga melanggar hak mayoritas yang lain,” jelas pengajar senior Viktimologi, HAM dan Kesejahteraan Sosial ini.
Terhadap pelaku penyimpangan tersebut Heru menyarankan agar pemerintah mampu mengakomodir dan memfasilitasi untuk disembuhkan dan kembali normal.
“Kalau kegalauan orientasi seksual harapannya pemerintah bisa memfasilitasi seperti rehabilitasi dan lain sebagainya,” pungkasnya.*