Oleh: Aditya Abdurrahman Abu Hafizh
“Inside the factory are wages for slavery,
And every product at the end of the line
And every sh*t flushed away in your private bog,
Is a product of another persons slog.
There maybe a little in front of your name,
But everybodys sh*t still smells the same.”
Dikutip dari lirik lagu “Capitalism is Cannibalism”—Anthrax
KAPITALISME sering disebut pertama kali dalam daftar paham yang paling ditentang oleh subkultur Punk di seluruh dunia. Melawan kapitalisme sudah dianggap fardhu ‘ain bagi Punk karena dianggap sebagai biang diskriminasi ekonomi dan berujung pada keuntungan bagi lapisan atas dalam masyarakat.
Kapitalisme sering disimbolkan dengan korporasi-korporasi besar berskala multinasional. Punk, yang kecenderungan berideologi anarkisme tidak merasa memerlukan hal-hal yang dihasilkan dari perusahaan-perusahaan raksasa itu, disamping memang anggapan mereka bekerjasama atau mengkonsumsi produk korporasi-korporasi tersebut berarti mendukung eksploitasi-eksploitasi yang mereka lakukan kepada kelas bawah.
Dalam perspektif Punk beserta ideologi anarkisme yang dibawanya, kapitalisme adalah faham yang paling bersalah dalam menciptakan kondisi kesenjangan sosial dimasyarakat. Para kapitalis yang memiliki modal dianggap berkuasa sepenuhnya terhadap kelas bawah dengan memegang kendali penuh lapangan pekerjaan. Mereka berhak memilih mana yang menurut mereka pekerja yang berkualitas dan mana yang tidak. Mereka juga memegang kendali untuk memecat siapa saja yang dirasa tidak dapat menghasilkan keuntungan lebih banyak dari gaji yang sudah mereka bayarkan kepada pegawai itu. Para pemilik modal itu tidak merasa takut dengan kekosongan posisi pegawai itu karena mereka berpikir bahwa masih ada banyak orang lain yang akan datang melamar pekerjaan karena membutuhkan uang untuk biaya hidup.
Bagi Punk, satu-satunya cara untuk menghancurkan kapitalisme adalah dengan melakukan pemboikotan. Mereka menyebarkan ancaman-ancaman bahwa kelas bawah harus keluar dari pekerjaan mereka di perusahaan-perusahaan itu, agar para pemiliknya kebingungan karena tidak ada lagi yang bertugas menjalankan mesin-mesin pabrik mereka. Seorang tokoh yang dianggap ‘bapak’ pemikiran anarkisme pernah berkata dalam bukunya berjudul “Anarkisme & Anarko-Sindikalisme”;
“Salah satu bentuk tindakan langsung yang paling efektif adalah mogok sosial, yang kerap dipakai di Spanyol dan Perancis, yang juga menunjukkan tanggung jawab mengagumkan dan sedang berkembang dari para pekerja terhadap masyarakat secara keseluruhan… Mogok sosial dimaksudkan untuk memaksa para majikan supaya bertanggungjawab pada publik. Tujuan utama mogok tersebut adalah supaya konsumen mendapat perlindungan, yang mana para pekerja merupakan bagian terbesar darinya.” [Rudolf Rocker, “Anarkisme & Anarko-Sindikalisme”, Yogyakarta: Sumbu Press, 2001, hal. 70-71]
Sedangkan kelas bawah diajarkan untuk mandiri dengan berusaha menghasilkan karya-karyanya sendiri untuk menghidupi kebutuhan mereka sehari-hari tanpa harus bergantung pada korporasi kapitalis. Oleh karena itu Punk sangat dikenal paling gencar memegang prinsip do it yourself (DIY), yaitu suatu prinsip kemandirian yang dilandasi perlawanan terhadap kapitalisme. Untuk hal ini, Craig O’Hara pernah mengatakan dalam bukunya The Philosophy of Punk,
“Kami tidak merangkul para pebisnis yang kaya atas kehidupan kita demi profit mereka. Kami dapat mengorganisasikan show, event, demonstrasi, menerbitkan literatur dan cetakan lainnya, mengadakan aksi boikot, serta berpartisipasi dalam berbagai aktifitas politik. Dan kami dapat melakukan itu semua dengan sangat baik.”
Namun cara Punk dan para anarkis dalam melawan kapitalisme dengan mogok bekerja tanpa diikuti dengan kemandirian yang cukup untuk para pekerja sering kali justru menyengsarakan para pekerja itu sendiri. Ketika buruh mogok, berarti mereka menanggung resiko apapun dari pihak perusahaan. Yang terburuk adalah tidak digaji disaat hari-hari mogok tersebut, atau bahkan justru dipecat. Mungkin benar bahwa perusahaan akan rugi karena produksi mereka tidak berjalan hingga beberapa hari. Tapi apa yang dilakukan para buruh juga berdampak cukup berat juga bagi keluarga dirumah yang juga butuh makan dan kebutuhan hidup lainnya. Bahkan mungkin kesengsaraan dari pihak buruh bisa lebih besar.
Bagi Punk, khususnya yang konsen dengan pemikiran anarkisme, kapitalisme benar-benar sosok yang sangat jahat. Bagi mereka haram hukumnya menjadi seseorang yang memiliki banyak kekayaan dan menguasai pabrik-pabrik. Dalam pandangan mereka, setiap ada struktur hirarki dalam masyarakat, maka pasti disitu ada penindasan. Ini artinya, Punk dan anarkisme tidak mempercayai adanya sistem hirarki yang adil. Tidak ada dalam kamus mereka orang kaya yang menjadi pemilik-pemilik perusahaan namun juga berlaku adil serta memuliakan pekerjanya. Jika ada karyawan yang loyal dan merasa nyaman dalam suatu perusahaan, mereka anggap sebagai keberhasilan bagi kapitalis untuk mencuci otak mereka. Pekerja-pekerja loyal hanyalah objek yang ditipu dengan manisnya kebijakan perusahaan, padahal sesungguhnya perusahaan hanya mengeksploitasi mereka untuk mencari keuntungan yang lebih besar.*/bersambung artikel berikutnya
Penulis adalah Dosen di Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya dan anggota MIUMI Jatim. Artikel diinspirasi essay berjudul “Anarkisme: Arti Anarki Salah Kaprah Di Indonesia” dalam Road To Freedom ‘zine yang diterbitkan Kolektif Bunga Surabaya