Sambungan dari artikel PERTAMA
Oleh: Muhammad Saad
Kedua, karena misi para liberalis dan Syiah terancam, mereka rupanya tidak segan-segan melakukan berbagai macam fitnah terhadap pejuang ‘NU Garis Lurus’ ini guna menjagal aktivitas dakwahnya.
Dari tuduhan bahwa ‘NU Garis Lurus’ kemasukan kelompok Salafy, sebagaimana fitnahan dalam tulisan M. Alim yang dimuat dalam situs resmi NU www.nu.or.id berjudul “Meluruskan “NU Garis Lurus”.
Dalam artikel yang ditulis dengan emosional dan tanpa referensi ini, penulis mengatakan dua hal;
Pertama, ‘NU Garis Lurus’ adalah mengesankan bahwa NU struktural adalah NU yang tidak lurus. Kedua, ‘NU Garis Lurus’ merupakan bentukan untuk menandingi aliran-aliran yang dianggap sesat semisal liberalisme dan Syiah yang ada di dalam tubuh NU struktural.
Sangatlah tidak benar keberadaan ‘NU Garis Lurus’ menganggap NU struktural tidak lurus. Jika yang dimaksud adalah NU yang dicita-citakan oleh KH Hasyim Asy’ari, yaitu NU yang tegas kepada aliran-aliran sesat, sebagaimana hal itu tertorehkan ketegasan beliau dalam kitab Risalah Ahlusunnah wal-Jamaah, dimana di dalam kitab tersebut beliau mengkritik kelompok yang suka mengkafirkan, penganut Syiah imamiyah, penganut aliran kebatinan dan pengikut aliran tasawwuf menyimpang dengan konsep manunggaling kawulo gusti [Hasyim Asya’ri, “Risalah ahlusunnah wal Jamaah”, baca Maktabah al-Turats al-Islamy hal. 09), maka ‘NU Garis Lurus’ tidak akan ada keberadaanya.
Kenyataanya, tubuh NU saat ini mulai sakit terserang faham-faham menyesatkan yaitu liberalisme [baca: “As’ad: Indonesia Sedang Alami Liberalisasi”, http://www.nu.or.id/).
Bahkan kepemimpinan NU saat ini dipegang oleh oknum yang ternjangkit virus paham Syiah sekaligus liberal.
Hal inilah yang kemudian membangkitakan ulama-ulama NU yang masih murni akidahnya termasuk KH Lutfi Bashori agar bisa ‘mengobati’ NU dan memberasihkan dari faham-faham merusak Aswaja.
Istilah ‘NU Garis Lurus’ sendiri menurut Kiai Lutfi Bashori adalah untuk membedakan dengan NU yang terkena faham muhaddamah [rusak) dan yang masih murni.
Pengasuh Ribath al-Murtadha ini pernah menyatakan, “Sedangkan kata Garis Lurus adalah untuk membedakan dari warga NU –bahkan sebagian tokoh NU– yang sudah keluar dari ajaran akidah KH. Hasyim Asy’ari sebagai pendiri NU.” [Lutfi Bashori Alwi, “Panduan Aswaja Garis Lurus”, hal. 1-3).
Padahal KH. Hasyim Asy’ari menegaskan NU adalah organisasi yang berhalauan akidah Aswaja, dan menjadikan salah satu madzhab empat yang ada di aswaja [Madzhab Syafii) sebagai madzhabnya [Hasyim Asy’ari, Ziyadah ta’liqat, hal. 24). Sedangkan Aswaja menurut Syeikh Hasyim dengan mengutip pendapat Syeikh Syihab al-Khafaji adalah firqatu al-Najiyyah yang disebutkan dalam hadits. [ Dalam Risalah Ahlusuunnah wal-jamaah, hal. 23)
Keberadaan “NU Garis Lurus” bukanlah untuk menandingi faham-faham yang dianggap sesat yang menjadi benalu di tubuh NU. Justru keberadaan “NU Garis Lurus” sebagaimana penulis sebutkan tadi, ialah, untuk meneruskan misi KH Hasyim Asy’ari membersihakan faham-faham yang diyakini kesesatan-nya.
Faham-faham semisal SePILIS dan Syiah, dalam pandangan Islam bukan faham yang diduga kesesatannya sebagaimana yang ditulis oleh M. Alim.
Eksistensi Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme (SePILIS) benar-benar telah mendekonstruksi akidah dan syariah Islam serta mendegradasi akhlak kaum Muslimin.
Jika sekulerisme bertujuan menghilangkan peran agama dalam kehidupan masyarakat, pluralisme ingin menyamakan semua agama memiliki kebenaran, maka liberalisme adalah memayungi kedua paham tersebut.
Dr Hamid Fahmi Zarkasyi, peneliti INSISTS menyebut 5 tanda orang/golongan berpaham liberal;
“Mengatakan bahwa liberalisasi dalam dunia Islam ditandai dengan, pertama, gugatan terhadap Al-Qur’an. Kedua, pembelaan aliran sesat ketiga, mendahulukan akal manusia daripada Tuhan. Keempat, mendukung relativisme yang berujung pada pluralisme agama. Kelima, mempromosikan skeptisisme.” [Hamid Fahmi Zarkasy dalam Misykat, [sub judul “Evil of Liberalisme”, hal. 152).
Belum lagi Syiah dengan konsep imamahnya telah melahirkan konsep takfir kepada para sahabat mulya Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi Wassallam.
Konsep imamah yang berujung pada takfir sahabat, berlanjut kepada pengkafiran kepada Aswaja atas pembelaannya kepada para Sahabat. Hal ini yang kemudian menimbulkan chaos antar kelompok di level bawah, bahkan sampai pembantaian.
Meminjam istilah KH Lutfi Bashori Alwi, bahwa okmum NU yang geram dengan keberadaan “NU Garis Lurus”, adalah warga nahdhiyin yang terindikasi penyakit liberal tanpa sadar, karena fanatik buta.
Menurut murid dari Prof. Dr Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki ini, mereka sebenarnya secara amaliah dalam beriabadah adalah sama dengan nahdhiyin lainnya. Namun mereka liberal dalam berwacana. Hal ini yang bermasalah. Di mana akal dan hatinya berbeda dalam beraktifitas. Doktrin demikian lahir dari aliran filsafat dualisme. Orang yang demikian adalah orang yang liberal tanpa sadar.
Istilah Dr Adian Husaini, mereka adalah Golongan Bingung [Golbing) [Dr Adian Husaini, “Islam Ragu-ragu” versi Rektor UIN Yogya – Hidayatullah.com).
Padahal Islam adalah agama tauhid. Islam bukan saja doktrin, tapi Islam adalah worldview. Karena Islam ajaran tauhid, maka cara pandang [worldview) seorang Muslim adalah tauhidi. Hati, alam pikiran dan amaliyah seorang Muslim selalu integral.
Seorang Muslim, jika hatinya ke Makkah maka akalnya ke Madinah, bukan ke Amerika, demikian Dr Hamid Fahmi Zarkasyi, mengistilahkan. [Orasi Ilmiah Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, “Sinergi Membangun Peradaban Islam” di http://kholilihasib.com). Wallahu a’alam Bishawwab.*
Penulis adalah warna NU, alumni PP Aqdaamul Ulama’ Pandaan-Pasuruan, Anggota Pejuang Aswaja Garis Lurus