Oleh: Alik Munfaidah
BARU-BARU ini Menteri Keungan Sri Mulyani menerima penghargaan Best Minister in the World Award atau penghargaan menteri terbaik di dunia dalam acara World Government Summit di Dubai, Uni Emirat Arab.Dalam pernyataannya, penghargaan yang diraih Bu MenKeu dipersembahkan bagi 257 juta rakyat Indonesia dan jajaran KemenKeu yang telah bekerja keras menjaga serta mengelola keuangan negara.Mengejutkan,di tengah kesulitan ekonomi masyarakat yang makin menyesakkan, tiba-tiba Bu menteri hadir sebagai orang nomor satu dibalik kebijakan tax amnesty, pencabutan berbagai subsidi, pajak yang semakin mencekik dan impor berbagai bahan pangan, menerima penghargaan yang memuja kinerjanya. Luar biasa.
Bagi rakyat kebanyakan, penghargaan itu membersitkan rasa bangga atas pengakuan dunia. Namun sejatinya tak mampu menjadi penghibur lara apalagi menjadi solusi saat harga-harga kebutuhan baik barang maupun jasa cenderung naiknyaris tak terjangkau, sementara rakyat semakin susah saja untuk mendapat penghasilan.
Rasa bangga tadi juga menyisakan kekhawatiran, pasalnya kebijakan ekonomi liberal yang selama ini berat dirasakan rakyat bisa jadi kedepanya berpotensi semakin diobral dengan penuh semangat. Terbukti dalam pernyataan Jokowi melalui akun twitter Sesneg yang mengungkap semakin mantapnya pemerintah dengan kebijakannya selama ini. Pemerintah pun mengklaim penghargaan tersebut merupakan bukti pengelolaan APBN selama ini telah berada pada jalur yang benar.Namun tampaknya kinerja pemerintah khususnya berbagai kebijakan dibidang ekonomi tidak seiring dengan kondisi real masyarakatnya.
Sebagai contoh capaian pertumbuhan ekonomi. Janji Jokowi untuk membuat pertumbuhan ekonomi meroket hingga tujuh persen per tahun, yang pada faktanya meleset sekitar lima persen, tampaknya sama sekali tak berdampak pada perbaikan ekonomi rakyat. Namun yang kita lihat pemerintah sudah sangat berbangga dengan angka-angka itu, tak peduli rakyat miskin dan yang menganggur semakin banyak.
Kondisi kesejahteraan rakyat juga tidak banyak mengalami perbaikan. Kebijakan pemerintah yang semakin liberal seperti pencabutan subsidi energi listrik dan BBM dan rencana pengurangan subsidi gas elpiji 3 kg tahun ini, membuat daya beli masyarakat terutama menengah bawah kian turun.
Baca: Peneliti INDEF Ungkap Mengapa Ekonomi Indonesia Tak Bisa Lari
Mirisnya Bu Menteri beralasan pencabutan subsidi tersebut karena masih banyaknya warga golongan mampu yang turut menikmati gas melon ini. Bahkan, menurut BPS, tingkat kemiskinan tahun 2017 lalu semakin parah dan kronis, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Indeks Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan. Padahal katagori orang miskin di Indonesia sudah sangat rendah yaitu mereka yang berbelanja di bawah rata-rata Rp 374.500 per-orang setiap bulan. Bu Menteri bahkan pernah mengakui sendiri kelemahan pengentasan kemiskinan selama ini. Alasannya, penurunan angka kemiskinan sangat lambat dibandingkan dengan peningkatan belanja pemerintah.
Semakin tidak masuk akal ketika penghargaan itu diberikan kepada Bu menteri di tengah ketimpangan ekonomi Indonesia yang makin melebar.
Oxfam menemukan bahwa harta empat orang terkaya di negara ini sama dengan harta yang dimiliki oleh sekitar 100 juta orang miskin. Temuan ini senada dengan laporan BPS yang merilis bahwa ketimpangan di Indonesia kian memburuk. Tahun 2017, Indeks Gini Ratio telah mencapai 0,40, naik cukup tinggi dibandingkan tahun 1999 yang mencapai 0,30.
Bu menteri yang mengawal kebijakan tax amnesty ini, tentu tahu bahwa pajak yang seharusnya menjadi motor pemerataan kesejahteraan dalam sistem ekonomi kapitalis menjadi tidak efektif. Pasalnya berbagai keberpihakan kepada si kaya salah satunya dengan tax amnesty telah memanjakan mental bejat para penggelap pajak. Sementara dilain sisi rakyat terus dipalaki bahkan keurusan kecil yang menyangkut hajat hidup sehari-hari.
Agak sulit diterima nalar ketika pujian disematkan kepada Bu Menteri yang terus menggenjot utang. Per-September 2017, utang pemerintah telah mencapai3.866 triliun dan akan ditambah pada tahun 2018 ini. Apakah ini layak disebut prestasi?
Tak dipungkiri bahwa ada penilaian beberapa lembaga asing juga mengenai stabilitas ekonomi Indonesia yang memang naik. Entah kenapa data selalu berbicara kebalikan dari fakta yang dirasakan rakyat. Kemungkinan besar disebabkan cara pandang ekonomi kapitalis. Buktinya, perhatian lembaga asing ini hanya pada aspek kelayakan investasi, yang tentunya sangat sejalan dengan kepentingan mereka.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Tapi, lagi-lagi ini tidak senada dengan kestabilan ekonomi Indonesia. Pasalnya tidak ada yang bisa menjamin Indonesia aman dari ancaman krisis. Nilai tukar rupiah semakin melemah terhadap dolar AS. Pasar modal semakin didominasi oleh investor asing dalam sekejap dapat membuat rupiah babak belur. Liberalisasi sistem finansial, moneter dan perdagangan yang semakin menjadi di bawah rezim saat ini membuat Indonesia amat rentan krisis.
Namun, yang lebih memprihatinkan lagi adalah kebijakan dan sistem ekonomi negara ini, sebagaimana bidang lainnya, semakin menyimpang jauh dari konsep kesejahteraan yang adil dan merata. Sistem keuangan, moneter dan fiskal yang bersandar pada riba, liberalisasi di berbagai bidang, penguasaan asing atas kekayaan alamdan pengabaian terhadap nasib jutaan rakyat miskin ditambah masih maraknya pengangguran adalah buah kinerja Bu Menteri yang notabene semuanya adalah kemungkaran.
Apalah dikata, berbagai kemungkaran ini ternyata justru diapresiasi. Semoga penghargaan kali ini bukan sekedar strategi “tiket maju bursa pilpres ” sebagaimana pencitraan yang sudah terjadi pada pilpres beberapa tahun silam. Sulit rasanya berbangga atas suatu keberhasilan semu yang tidak sesuai realitas, bahkan nyaris tidak merasakan hakikatnya.
Alhasil, penghargaan atas kinerja yang sejatinya menjadikan ekonomi terperosok ke jurang liberalisme tentu sama sekali tak selayaknya diapresiasi. Apalagi jika dipakai untuk semakin mendzalimi rakyat dengan dalih keberhasilan yang diakui dunia. Jadi maaf, saya tak turut berbangga atas penghargaan yang Anda raih Bu Menteri!*
Penulis seorang dokter, aktif sebagai Anggota Help – S Indonesia (Healthcare Professionals for Sharia) dan Ketua Divisi Kastrat KTKMPU (Komunitas Tenaga Kesehatan Muslim Peduli Umat)