Oleh: Henyk Nur Widaryanti
KATA orang hidup itu “amung mampir ngombe” (hidup itu seperti singgah ingin minum). Artinya orang yang singgah tadi punya tujuan utama pergi ke suatu tempat. Karena dia haus, singgah sebentar untuk menghilangkan dahaga. Setelah dahaga hilang, ia tak akan lama dipersinggahan. Hanya sebentar, sekejap dan langsung melanjutkan tujuan.
Di sini, di tempat kita singgah. Di negeri yang katanya aman, gemah ripah lohjinawi. Negeri Zamrud Khatulistiwa yang tiada bandingnya. Hidup terasa nyaman. Manusianya beraktivitas setiap saat seperti biasa. Seakan tak pernah terjadi apa-apa.
Padahal, jauh di ujung barat dari Zamrud Khatulistiwa ada sebuah negeri yang sedang terlunta. Satu minggu terakhir, berita dibawa oleh media sosial atau media masa. Sebuah tempat bernama ghouta, dibom bandir oleh pemimpin negeri itu sendiri. Siapa lagi jika bukan Basar Al Asad sang penguasa Suriah saat ini. Dibantu oleh sekutunya Rusia dan Iran. Dalam waktu beberapa hari mereka telah mampu meluluh lantahkan Ghouta. Ratusan orang tak bersalah menjadi korban. Ratusan orang lainnya menjadi korban. Sungguh pembantaian yang sangat kejam.
Dunia harusnya berduka, atas genosida yang tiada rasa kemanusiaan. Namun, dunia pun masih membisu, badan keamanan dunia pun hanya menyerukan genjatan senjata. Bahkan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan “Ghouta adalah Neraka baru dunia”. (RoL /250218).
Padahal harusnya mereka iri dengan Ghouta. Karena Rosulullah pernah bersabda “Sebagian umatku ada yang selalu melaksanakan perintah Allah, tak terpengaruh orang yang menggembosi dan tidak pula orang yang berseberangan hingga datang keputusan Allah, dan mereka senantiasa dalam keadaan demikian. Mu’adz berkata: dan mereka ada di Syam.“ (HR.Bukhari).
Dalam hadits lain disebutkan, “Beruntunglah Negeri Syam. Sahabat bertanya: Mengapa? Jawab Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam: Malaikat rahmat membentangkan sayapnya di atas Negeri Syam.” (HR. Imam Ahmad).
“Aku bermimpi melihat tiang kitab (Islam) ditarik dari bawah bantalku, aku ikuti pandanganku, ternyata ia adalah cahaya sangat terang hingga aku mengira akan mencabut penglihatanku, lalu diarahkan tiang cahaya itu ke Syam, dan aku lihat bahwa bila fitnah (konflik) terjadi maka iman terletak di Negeri Syam.”
Ghouta adalah bagian dari Negeri Syam. Negeri yang diberkahi. Negeri yang didoakan nabi. Negeri tempat keimanan tetap di hati. Meski sekarang mereka sedang diuji, tapi ujian itu untuk meningkatkan level diri. Ketika mereka dibom, rumah dihancurkan, ibu, bapak dan anak-anak dibunuh, Surga telah terbuka untuk mereka. Syahid telah menjadi titel mereka. Dunia fana telah mereka tinggalkan. Dan tinggal kenikmatan Surga selama lamanya.
Justru yang perlu dikasihani adalah kita. Kita yang makan enak tidurpun nyenyak. Sudah yakinkah kita akan hari penghisapan? Sudah yakinkah jika Surga menanti kita? Atau jangan jangan neraka sebenarnya sudah mengintai kita?
Bukankah seharusnya kita tidak diam ketika saudara semuslim disakiti?
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda :
اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ ، وَمَنْ كَانَ فِـيْ حَاجَةِ أَخِيْهِ ، كَانَ اللهُ فِيْ حَاجَتِهِ ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ ، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًـا ، سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Seorang Muslim adalah saudara orang Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzhaliminya dan tidak boleh membiarkannya diganggu orang lain (bahkan ia wajib menolong dan membelanya). Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allâh Azza wa Jalla senantiasa akan menolongnya. Barangsiapa melapangkan kesulitan orang Muslim, maka Allâh akan melapangkan baginya dari salah satu kesempitan di hari Kiamat dan barangsiapa menutupi (aib) orang Muslim, maka Allâh menutupi (aib)nya pada hari Kiamat.”
Kemungkaran itu terjadi dimana mana, maukah kita diam saat nanti tangan dan kaki bicara? Jika kita tidak memiliki kuasa, lisan masih bisa dijadikan senjata. Kita tidak boleh diam melihat kemungkaran merajalela. Kita harus punya keberanian untuk menyatakan sikap tegas. Bahwa jika umat ini tidak disatukan dalam satu panji, dibawah kepemimpinan yang hakiki. Tidak akan pernah Ghouta dan sekitarnya akan tenang kembali.
Kaum muslim adalah umat terbaik, tidak butuh genjatan senjata sebagai solusi. Kita hanya butuh suatu institusi, yang melindungi umat ini. Pemimpin yang bisa membebaskan seluruh negeri yang tersakiti. Maka bukan saatnya kita diam. Bukan saatnya kita membebek. Tapi saatnya kita punya pendirian untuk selamatkan kaum muslimin di seluruh negeri.*
Pemerhati sosial