Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA
INDONESIA saat ini dihadapkan dengan permasalahan rokok yang sangat serius. Penyakit merokok sudah sangat kronis dan mewabah di mana-mana. Merokok sudah menjadi hal yang biasa dalam masyarakat Indonesia umumnya. Buktinya, tidak adanya aturan dan sanksi yang tegas yang melarang merokok ditempat umum. Seakan tidak ada masalah dengan perilaku perokok selama ini yang hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa ada rasa empati (kasihan) terhadap orang sekitarnya. Hampir di setiap tempat kita temukan orang yang asyik merokok, bahkan anak-anakpun ikut-ikutan menikmatinya. Sungguh sangat memprihatinkan!
Menteri kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, saat peringatan hari HTTS di kawasan Cibubur, Selasa (31/5), memaparkan betapa rokok kini semakin mengancam generasi muda. Situasi lain yang paling memprihatinkan adalah bahwa ada 85,4 persen perokok aktif merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga, sehingga dapat berakibat buruk terhadap kesehatan anggota keluarga lain,
khususnya anak-anak, sebagaimana dilansir oleh Serambi Indonesia (1/6).
Berdasarkan data Riskesdas 2010, prevalansi penduduk usia 15 tahun keatas yang merokok setiap hari secara nasional mencapai 28,2 persen. Sedangkan berdasarkan usia pertama kali merokok secara nasional, kelompok usia 15-19 tahun menempati peringkat tertinggi dengan prevalansi mencapai 43,3 persen, disusul kelompok usia 10-14 tahun yang mencapai 17,5 persen.
“Prestasi” Buruk
Jumlah perokok di Indonesia merupakan terbesar ke-3 di dunia. Bahkan, saat ini pertumbuhan konsumsi rokok dikalangan generasi muda Indonesia merupakan yang tercepat di dunia, sedangkan di negara maju lainnya semakin menurun.
“Berdasarkan data WHO, angka kematian akibat kebiasaan merokok di Indonesia telah mencapai 400 ribu orang per tahun. Untuk itu, pemerintah daerah harus aktif mencegah dengan memperluas zona larangan merokok,” ujar Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) Farid Anfasa Moeloek dalam aksi damai memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) di Jakarta, Ahad (29/5).
Moeloek menuturkan, meskipun data empiris sudah memaparkan dampak buruk rokok bagi kesehatan, lanjutnya, namun justru iklan dan promosi rokok dibebaskan secara nyata. Kondisi ini menjadikan anak-anak sebagai target perokok baru, terbukti dengan naiknya perokok pemula. Kenaikan tertinggi sebesar 4 kali lipat terjadi pada kelompok umum 5-9 tahun, sedangkan peningkatan pada kelompok 15-19 tahun adalah 144 persen selama periode 1994-2004. (Sebagaimana dilansir oleh hidayatullah.com, Selasa, 31/5).
Masalah adiksi rokok dikalangan pelajar Indonesia pun sudah ditingkat yang mengkhawatirkan. Moeloek banyak mendapatkan laporan dari remaja yang dipaksa menjadi perokok pasif, baik ketika mereka berada ditempat umum atau transportasi umum, bahkan di lingkungan rumahnya sendiri.
Fakta ini sungguh membuat hati kita miris. Tidak hanya memperoleh “prestasi” buruk sebagai rangking ke 3 di dunia dalam persoalan rokok, namun Indonesia juga pantas dinobatkan sebagai “Surga Perokok”. Karena, bebasnya merokok di Indonesia tanpa adanya aturan sanksi yang tegas. Suatu prestasi dan gelar yang cukup mencoreng dan memalukan bangsa kita.
Perilaku perokok di Indonesia memang sudah sangat mencemaskan. Tempat-tempat umum seperti rumah sakit, perkantoran, mushalla/masjid, pesantren/sekolah, kampus, halte, terminal, airport dan angkutan umum, yang seharusnya menjadi zona aman dari asap rokok berubah menjadi tempat pelampiasan nafsu para perokok.
Tanpa rasa malu dan bersalah, mereka dengan nikmatnya menghisap batang rokok, tak mau peduli terhadap orang sekitarnya yang merasa terganggu dengan asap dan bau rokok yang dihisapnya. Sikap egosentrik ini sering diperlihatkan oleh para perokok. Hal ini sangat meresahkan masyarakat yang tidak merokok (perokok pasif), meskipun mereka tidak mengungkapkannya secara terang-terangan.
Selain itu, untuk memenuhi hawa nafsunya, si perokok harus mengeluarkan sejumlah uang yang tidak sedikit setiap harinya. Bahkan ia mesti rela mengeluarkan uang yang seharusnya ia belanjakan untuk keperluan dan kebutuhan keluarga sehari-harinya. Dengan demikian, seorang perokok lebih mementingkan nafsu pribadinya daripada tanggung jawabnya terhadap istri dan anaknya (keluarganya).
Baginya, rokok adalah segalanya. Meskipun dia dan keluarga tidak makan. Tentu saja perilaku perokok seperti ini sangatlah memprihatinkan, karena telah menelantarkan kebutuhan keluarga yang merupakan kewajiban dan tanggung jawabnya.
Fenomena seperti ini sangat disayangkan, mengingat sebahagian besar perokok adalah orang Islam. Padahal, Islam mengajarkan kita akan pentingnya menjaga kesehatan dan menjauhi segala mudharat. Hal ini temasuk kewajiban seorang muslim terhadap dirinya dan orang lain.
Yang lebih memalukan lagi, kampanye rokok sangat gencar dilakukan oleh perusahaan rokok. Iklan-iklan skala besar terpampang di jalan-jalan utama dan tempat-tempat strategis. Namun, Pemerintah terkesan mengaminkan kampanye rokok itu, tanpa ada tindakan tegas terhadap iklan rokok tersebut.
Seharusnya, pemerintah membuat aturan larangan merokok di tempat umum. Meski pemerintah telah mulai memperketat budaya merokok, namun cara pemerinthan itu masih terlihat lucu. Bukti riil adalah tulisan peringatan tentang bahaya justru dmerokok di bungkus rokok itu sendiri sebagaimana tertulis; Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin”.
Menulis larangan, namun masih membiarkan seseorang (alias tidak menghalangi orang untuk merokok). Bagaimanapun, sadar atau tidak, kesehatan anak bangsa telah dipertaruhkan hanya demi meraup keuntungan pajak atau fee dari perusahaan rokok. Sangat tidak seimbangan antara fee yang tidak seberapa dengan dampak bahaya jutaan orang yang menjadi korban rokok.
Mereka bebas, kapan kita?
Sekedar catatan, tembakau akan membunuh hampir enam juta orang pada tahun ini, termasuk 600.000 non-perokok. Sementara itu, pemerintah tidak melakukan cukup untuk membujuk orang berhenti atau melindungi orang lain dari perokok pasif, demikian kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Selasa (31/5). Badan PBB urusan kesehatan ini mendesak sejumlah pemerintah untuk melaksanakan tindakan pengawasan terhadap tembakau. WHO memperingatkan, jika kecenderungan terus berlangsung, tembakau dapat menyebabkan kematian hingga satu miliar pada abad ke-21, peningkatan yang dramatis dari 100 juta kematian pada abad sebelumnya.
Menurut menteri kesehatan RI, Endang, situasi lain yang lebih memprihatinkan adalah, bahwa ada 85,4 persen perokok aktif merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga, sehingga dapat berkibat buruk terhadap kesehatan anggota keluarga lain khususnya anak-anak. Endang juga menyatakan bahwa rata-rata pengeluaran rumah tangga miskin untuk membeli rokok jauh diatas pengeluaran untuk bahan makanan seperti protein, sayur, atau yang lain.
Sementara itu, data dari Menkes, lebih dari 43 juta anak Indonesia hidup serumah dengan perokok dan terpapar asap rokok atau sebagai perokok pasif. Sebesar 37,3 persen pelajar dilaporkan terbiasa merokok, dan 3 di antara 10 pelajar pertama merokok pada usia dibawah 10 tahun. Kondisi ini, menurut Endang. Dikarenakan anak-anak dan kaum muda telah dijejali dengan ajakan merokok oleh iklan, promosi dan sponsor rokok yang sangat gencar. Sebagai perbandinganya, Endang mengungkapkan, pembatasan iklan rokok di negara lain sudah dibatasi. Bahkan sudah ada yang total banned, artinya tidak boleh ada sama sekali ada iklan.
Sejauh ini, 172 negara dan Uni Eropa telah mengikuti konvensi Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC), yang mulai berlaku pada tahun 2005 dan mewajibkan mereka mengambil langkah-langkah dari waktu ke waktu untuk menurunkan tingkat rokok. (dilansir oleh hidayatullah.com, Selasa, 31 Mei 2011).
Hal senada juga pernah diberitakan oleh Serambi Indonesia (Senin, 30 Juni 2008), dengan tajuk “Eropa akan bebas rokok”, menyebutkan, negara-negara Eropa mulai menerapkan peraturan larangan merokok di tempat umum. Di antaranya Inggris (sejak 1 Juli 2007), Denmark (Agustus 2007), Prancis (2008), Jerman (1 Januari 2008), Yunani (2002), Irlandia (Maret 2004), Italia (Januari 2005), Norwegia (1 Juni 2004), Portugal (Juni 2007), Spanyol (1 Januari 2005), Turki (Mei 2008) dan yang terakhir dari negara Eropa adalah Belanda (1 Juli 2008).
Negara lainnya seperti Malta, Swedia, Latvia, Lithuania, Estonia, Belgia dan Islandia juga telah mengadopsi Undang-undang Anti Tembakau, namun fokusnya pelarangan di tempat kerja.
Berita ini sungguh luar biasa dan menarik untuk dibahas dan diskusikan. Karena, negara-negara Eropa –yang dikenal identik dengan negara non Islam– ternyata lebih mengerti dan peduli terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa manusia (hifzu an-nafs) yang merupakan salah satu maksud poin dari maqashid asy-syariah (maksud tujuan dari syariat Islam).
Lantas, bagaimana dengan kita sebagai orang Muslim? Kapan kita mengamalkan syariat ini yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin (menjadi rahmat untuk seluruh manusia dan makhluk lainnya di dunia)? Agar Indonesia terbebas dari bahaya laten asap rokok yang sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan dan merisaukan masyarakat Indonesia.
Padahal, hukum rokok jelas haram dalam Islam berdasarkan dalil-dalil al-Quran, hadits, qiyas, maupun dalil ‘aqli (dalil logika) sebagaimana difatwakan oleh para ulama, di antaranya; lajnah daimah lil buhuts wal ifta’ (komisi tetap kajian dan fatwa) kerajaan Arab Saudi seperti Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdurrazzak Afifi, Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Quud, Syeikh Al-Utsaimin, dan Syeikh Muhammad bin Mani’. Begitu pula para ulama al-Azhar seperti Syaikhul Azhar Syeikh Mahmud Syaltut, Syeikh Ali Thanthawi, Syeikh Yusuf Al Qardhawi, mantan mufti Mesir Dr. Farid Washil dan negara lainnya.
Akhirnya, kita berharap kepada pemerintah dan DPR RI, agar membuat peraturan larangan merokok di tempat umum, demi kesehatan dan kenyamanan masyarakat. Begitu pula para pimpinan/pengambil kebijakan di kantor (pemerintahan atau swasta), sekolah, kampus dan angkutan umum, diharapkan membuat aturan larangan merokok di lingkungannya.
Ingatlah, setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah Swt di akhirat nanti. Oleh karena itu, setiap pemimpin harus peduli dan bertanggung jawab atas kesehatan orang yang dipimpinnya. Hendaklah setiap pemimpin menjadi figur dan contoh teladan bagi orang yang dipimpinnya. Mencontoh karakter yang mulia dari kepribadian Rasulullah saw sebagai pemimpin sukses dan dicintai oleh umat. Agar selamat dan sukses dunia akhirat. Semoga..!
Penulis adalah Ketua Biro Dakwah Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII) Prov.Aceh, Dosen Fak. Syariah IAIN Ar-Raniry, Kandidat Doktor Fiqh & Ushul Fiqh, IIUM