Oleh: Ady Amar
Sikap Anda menentukan perbuatan Anda. Perbuatan Anda menentukan prestasi Anda— John C. Maxwell
Hidayatullah.com | Cendekiawan menjadi dangkal jika ditafsir sekadar pencarian ilmu dalam jenjang pendidikan, lalu menghasilkan gelar akademis tertinggi.
Tidak sekadar itu cendekiawan dimaknai. Itu pemaknaan sempit. Mereka yang terdidik di bangku sekolah sampai tingkat tertinggi sekalipun tidak layak dikatakan cendekiawan, jika tidak menggunakan pikirannya dengan baik.
Cendekiawan itu, siapa saja, yang mampu menggagas pekerjaan, atau menjawab persoalan yang ada dengan terukur. Meski ia tidak tamat sekolah dasar sekalipun. Banyak kisah orang besar dan sukses yang “ilmunya” tidak didapat di bangku sekolah.
Maka gelaran tinggi sampai profesor sekalipun itu tidak bermakna, jika tidak mampu melihat persoalan yang ada, dan lalu tidak berpihak pada kemaslahatan. Itu biasa disebut Profesor Bisu dan Tuli.
Bukan bisu tidak mampu bercakap-cakap, tapi memilih diam saat melihat hal tidak semestinya di sekeliling. Tuli pun bukan makna sebenarnya, tapi menutup telinga dari mendengar penderitaan dan kesewenang-wenangan di sekeliling.
“Bisu” dan “tuli” yang menyergap semata karena kerakusan pada kedudukan dan jabatan yang ingin dipertahankan, bahkan ingin lebih tinggi lagi.
Akhir-akhir ini banyak kita jumpai mereka yang bergelar tinggi bukan saja cuma “bisu” dan “tuli”, tapi juga bagai srigala yang mengaum panjang, menyerang mereka yang kritis pada kekuasaan.
Mengecilkan dan bahkan “menghina” tingkat pendidikan seseorang, menyerang bagai buzzer bayaran. Maka, gelaran tinggi yang dipunya jatuh harkatnya dan terhinakan.
Profesor Usil
Profesor Henry Subiakto, Staf Ahli Menteri Kominfo bidang Hukum, yang acap tampil lewat Twitternya tidak pada hal semestinya yang dibutuhkan publik, atau hal yang sesuai dengan keakhlian dan jabatannya.
Kali ini cuitan di Twitternya menyasar Susi Pudjiastuti, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan. Tampaknya ia ingin mempertontonkan sebuah “pembelaan” agar dilihat dan diperhitungkan.
“Ada tokoh yang sekolah gak tamat, tapi jabatannya melambung, dan perusahaannya untung,” ujar Prof Henry, Kamis (4/2/2021).
Sambungnya, tokoh itu telah diganti karena kebijakannya “tidak nyambung”, katanya. Mungkin juga itu tidak nyambung pada profesor yang kerjanya cuma usil saja.
“Logislah lalu bermanuver politik, siapa tahu 2022/2024 kembali beruntung,” tambah Prof Henry.
Prof Henry Subianto, ini layak digelari Profesor Usil, setelah sebelumnya sejawatnya Prof Suteki menjulukinya Profesor Otak Kecil. Atau “Prof Akal Sehat” Rocky Gerung menjulukinya bukan dengan profesor, tapi kompresor.
Maka quote John Calvin Maxwell, penulis puluhan buku khususnya bertema kepemimpinan, di atas cocok menggambarkan Prof Usil satu ini, “… Perbuatan Anda menentukan sikap Anda.”
Memang sih, nama Susi Pudjiastuti, tidak disebut pada keusialnnya itu. Tapi semua netizen tahu sasaran kasarnya itu. Maka ramai-ramai membelanya.
Susi Pudjiastuti, memang tidak tamat SMA. Tapi ia dapatkan “ilmunya” lewat gagasan dan kerja kerasnya. Dan lalu menjadi pengusaha sukses. Salah satu perusahaan miliknya adalah Susi Air.
Karenanya ia dilirik Presiden Jokowi untuk menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Apa Prof Usil, meski tersirat, mau katakan, bahwa presiden salah memilihnya, begitu? Kok nekat ngoreksi presiden.
Susi Pudjiastuti dikritisinya bisa jadi karena meminta unfollow Permadi Arya. Dan itu karena ujaran rasisnya pada Natalius Pigai, pegiat kemanusiaan asal Papua.
Benang merahnya bisa terasa, lalu ia menyatakan diri siap menjadi saksi untuk membela Permadi Arya, atau biasa menyebut diri Abu Janda. Katanya dengan membanggakan diri, bahwa ia orang yang faham tentang UU ITE.
Sayang kata pembelaan itu hanya ia tujukan pada buzzer yang jelas-jelas rasisme itu. Apa tawaran itu juga berlaku pada Syahhanda Nainggolan cs, yang juga dicokok dengan undang-undang itu?
Sore harinya (4/2/2021), Ibu Susi Pudjiastuti memberi tanggapan atas cuitan Prof Usil itu. Tanggapannya sungguh keren…
“Selamat sore Pak Henry Subiakto, saya susi pudjiastuti… Salam kenal.”
Cukup tanggapannya itu saja. Tidak ingin mengajaknya berpolemik tak penting. Sayang jika waktu terbuang percuma.
Susi Pudjiastuti yang “dikecilkan” akan pendidikannya, itu mengajarkan satu hal: “Orang boleh berkata ‘miring’ tentang Anda, bisa jadi itu karena Kalah Saing atau Kalah Prestasi. Kasihanilah!
Ibu Susi Pudjiastuti dengan segenap prestasi yang diperoleh, juga kekayaan yang dipunya, itu bermula dari gagasan, dan tentu kerja keras. Dia banyak mengajarkan tentang itu. (*)
Kolumnis, tinggal di Surabaya