Oleh: Adnan
SEBAGAI salah satu dari agama samawi, Nasrani memiliki kitab suci yang berisikan tentang prinsip-prinsip ketuhanan, praktik hukum, perintah dan larangan bagi pemeluknya.
Pemeluk Nasrani menyebutnya Al-Kitab, sementara pemeluk Islam menyebutnya dengan Injil. Walaupun Al-Kitab juga disebut dalam Al-Quran. Di samping itu, Al-Kitab juga sering disebut dengan nama lain Bibel. Al-Kitab atau Bibel berisikan tentang perjanjian lama/Taurat (Old testament) dan perjanjian baru/Injil (New testament).
Tidak dapat dipungkiri sebagai bagian dari agama samawi, Nasrani memiliki rentetan sejarah dengan Islam. Sehingga walaupun berbeda kepercayaan masalah teologis, namun ajaran Isa as (Yesus sebutan umat Nasrani) yang termaktub dalam injil merupakan perintah Allah. Bagi umat Islam, diturunkan Muhammad saw dengan mukjizat Al-Quran adalah sebagai pelengkap dan penutup para Nabi serta penyempurna dari kitab suci sebelumnya, baik itu Injil, Taurat dan Zabur.
Oleh karena itu, beberapa ayat dan pasal dalam Bibel masih murni perintah Allah Subhanahu Wata’ala, walaupun banyak yang telah dirubah. Akan tetapi, tulisan ini ingin mengangkat beberapa praktik hukum yang masih murni wahyu Allah kepada Nabi Isa as/Yesus termaktub dalam Bibel. Sehingga syariat Islam tidak hanya sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah semata, akan tetapi juga memiliki kesamaan dengan ajaran Isa as/Yesus kepada pemeluknya.
Dengan demikian, syariat Islam yang berlaku di Aceh seharusnya tidak hanya milik umat Islam, tetapi juga milik umat Nasrani.
Ajaran Bibel
Beberapa praktik hukum yang termaktub dalam Bibel memiliki kemiripan dan kesamaan dengan praktik hukum yang termaktub dalam Al-Quran.
Pertama, terkait hukum Qishas
Qishas merupakan salah satu istilah dalam hukum Islam yang berarti pembalasan, yaitu pembalasan (hukuman) yang diberikan kepada pelaku jinayat atas perbuatan dan pelanggaran yang telah dilakukan. Jinayat merupakan penyerangan manusia, baik penyerangan terhadap jiwa (pembunuhan) dan penyerangan terhadap organ tubuh.
Selain itu, Qishas sering disebut sebagai hukum yang dibalas nyawa dengan nyawa. Dalam kasus pembunuhan, pihak keluarga korban diberikan kewenangan untuk meminta hukuman mati kepada pelaku (pembunuh). Sehingga hukuman kepada pembunuh setimpal dengan orang yang dibunuh.
Hukum qishas sebagai salah satu cara Allah agar manusia saling menjaga kelangsungan hidup (jiwa) antar sesama manusia.
Namun, seakan-akan hukum Qishas hanya milik umat Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah semata. Padahal, dalam Bibel juga mengajarkan tentang hukum Qishas.
Dalam Bibel Keluaran 21: 23-25 disebutkan:
“(23) tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, (24) mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, (25) lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak.”
Di samping itu, Allah menegaskan kembali dalam Al-Quran syariat yang termaktub dalam Taurat tersebut, yaitu;
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالأَنفَ بِالأَنفِ وَالأُذُنَ بِالأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Dan Kami tetapkan atas mereka di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telingan dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka dengan lukapun ada Qishasnya. Barangsiapa yang melepaskan hak Qishas, maka melepaskan itu jadi penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang telah diturnkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS: Al-Maidah: 45).
Oleh karena itu, sumber hukum Qishas telah disyariatkan Allah kepada Musa as yang termaktub dalam Taurat. Lalu syariat tersebut disempurnakan dalam masa kerasulan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam yang termaktub dalam Al-Quran.
Dengan demikian, menetapkan hukum Qishas dalam suatu wilayah tidak hanya diperuntukkan kepada umat Islam semata, akan tetapi juga kepada pemeluk Nasrani yang berkitab sucikan Bibel (Al-Kitab).
Kedua, wajib berjilbab (bertudung) bagi perempuan
Jilbab merupakan salah satu dari identitas perempuan muslimah yang telah disyariatkan Allah Subhanahu Wata’a. Hal tersebut selain termaktub dalam Al-Quran surat An-Nur: 31, juga dalam Al-Ahzab: 59 yaitu;
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (BERSAMBUNG)… Jilbab dalam Bible
Penulis mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta