Hidayatullah.com—Para uskup Katolik di Spanyol mengecam keras undang-undang (UU) baru yang diterapkan pemerintahan Perdana Menteri Pedro Sánchez yang meliberalisasi aborsi dan penggantian jenis kelamin.
Dalam suratnya pada 26 Februari 2023 kepada umat Katolik, Uskup Cordoba, Mgr. Demetrio Fernández mengatalan, “Kami tidak melakukannya dengan baik – memang, kami mengikuti jalan kehancuran bagi pribadi dan masyarakat.”
“Seolah-olah semuanya telah diliberalisasikan, dan kita melihat kebohongan, kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan dalam segala bentuknya muncul di mana-mana. Kita tidak dapat menghadapi kejahatan seperti itu dengan program politik,” ujarnya dikutip UCANews.
Mgr. Demetrio Fernández membuat komentar saat UU baru diberlakukan yang memungkinkan anak berusia 16 tahun untuk melakukan aborsi janin usia 14 minggu tanpa memberi tahu orang tua mereka, dan mendaftarkan ulang jenis kelamin mereka tanpa prosedur medis atau hukum.
“UU Organik tentang Kesehatan Seksual dan Reproduksi” yang baru, diberlakukan pada 16 Februari dengan 185 suara berbanding 154 di Kongres Spanyol yang beranggotakan 350 kursi, juga akan mengkriminalisasi doa di luar klinik aborsi dan memperkenalkan daftar dokter yang menolak untuk mengakhiri kehamilan. Selain itu, UU tersebut meliberalisasi pendidikan seks dan menyediakan pil gratis pencegah kehamilan.
“UU untuk Kesetaraan Orang Trans yang Nyata dan Efektif dan Menjamin Hak LGBT,” juga diberlakukan pada 16 Februari melawan oposisi dari kelompok feminis dan Dewan Kehakiman Umum Spanyol, akan memungkinkan mereka yang berusia di atas 12 tahun untuk menyatakan perubahan gender dengan persetujuan pengadilan.
Langkah-langkah paralel, yang diberlakukan tahun 2014 oleh Denmark, juga diadopsi pada 1 Februari untuk mereka yang berusia di atas 18 tahun di Finlandia tetapi telah diblokir selama setahun terakhir di Swedia, Prancis, dan Inggris.
Uskup Fernández mengatakan hewan saat ini menikmati lebih banyak hak di Spanyol daripada anak-anak yang belum lahir, dan mendesak kesadaran dalam “masyarakat yang tampaknya mati rasa dan terbius.”
Sementara itu, uskup lain mengatakan “krisis sosial, budaya, keluarga dan pribadi” Spanyol tercermin dalam kancah politik, menambahkan negara membutuhkan pemimpin “yang mendengarkan hati nurani mereka sebelum berkonsultasi dengan pemungutan suara.”
“Ini semua dimulai beberapa dekade lalu dengan proses sekularisasi, dan itu telah menyebabkan gerhana nalar dan hati nurani,” kata Uskup Orihuela-Alicante, Mgr. José Ignacio Munilla dalam Surat Gembala Prapaskah.
Dalam homili 22 Februari, Kardinal Carlos Osoro Sierra, uskup agung Madrid mengatakan kehidupan dan perdamaian “dirusak dan terancam setiap hari” tidak hanya oleh kekerasan dan konflik bersenjata, tetapi juga oleh “praktik-praktik seperti aborsi dan eutanasia.”
Sementara itu, UU baru itu juga dikritik, dalam intervensi yang jarang, oleh Duta Besar Vatikan untuk Spanyol, Uskup Agung Bernardito Auza.
Sánchez menjadi kepala pemerintahan pertama Spanyol yang menolak mengambil sumpah pengukuhannya di atas Alkitab pada Juni 2018.
UU baru sejak itu telah menyekularisasi pendidikan dan mengizinkan eutanasia yang didanai negara.
Dewan lokal juga telah diberdayakan untuk menghapus simbol-simbol Katolik dari tempat-tempat umum dan pemerintah telah berjanji untuk meninjau serangkaian perjanjian tahun 1979 dengan Vatikan, sementara UU Memori Demokrat, yang diadopsi pada Oktober, akan melarang salib.
Sementara itu, dalam pernyataan setebal 108 halaman pada 13 Januari, Konferensi Waligereja Spanyol mencantumkan langkah-langkah baru-baru ini yang memprioritaskan “kekuatan absolut individu,” dan mengatakan keluarga Spanyol telah ditempatkan “di pusat kontroversi dan polarisasi ideologis,” di saat sepertiga penduduk hidup dalam kemiskinan dan angka kelahiran nasional turun 35% dalam 15 tahun.
Meskipun panggilan dan kehadiran Misa telah menurun tajam di 70 keuskupan dan 23.000 paroki, 53,7% dari 47 juta penduduk Spanyol masih mengidentifikasi sebagai Katolik, menurut data Januari.
Dalam sebuah survei yang diterbitkan 27 Februari oleh Centro de Investigaciones Sociológicas (CIS) Spanyol, 73% umat Katolik mengatakan mereka akan memberikan suara dalam pemilihan lokal Mei dan pemilihan parlemen Desember.
Pada konferensi pers 28 Februari di Madrid, pejabat keuangan Gereja mengatakan rekor 8,5 juta orang Spanyol telah memberikan bagian pajak ke Gereja tahun 2022, memberikannya lebih dari 340 juta dolar AS, hampir seperempat dari total pendapatannya.
Organisasi pro-kehidupan Spanyol meluncurkan kampanye Prapaskah melawan UU baru pada 22 Februari, dan akan menggelar aksi unjuk rasa “Ya untuk Hidup” di seluruh negeri pada 12 Maret, sementara Federasi Asosiasi Pro-Kehidupan mengadakan kongres nasional pada 3-4 Maret melawan “tembok kekerasan, ketidaktahuan, ketidakadilan, kebohongan dan manipulasi budaya kematian.” Dalam suratnya, Uskup Fernández mendesak umat Katolik untuk mempertimbangkan “tindakan konkret” lain yang dapat mereka ambil selama Prapaskah dalam “perjuangan sengit antara budaya kematian dan kehidupan.”*