Hidayatullah.com—Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai pemerintahan Presiden Jokowi tidak lebih baik dari era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), terutama dari segi kemiskinan dan indeks persepsi korupsi.
Menurut dia, Pemerintahan Presiden Jokowi dinilai gagal menurunkan jumlah masyarakat miskin di Indonesia. Dia menilai kegagalan itu sebagai karma karena mengerahkan buzzer. “Pak SBY dari 36 juta (angka kemiskinan) dalam waktu sepuluh tahun bisa turun bisa sampai 27 juta. Sekarang kita tahu berkisar 26 sampai 28 juta,” kata dia dalam diskusi Survei KedaiKopi di Jakarta Pusat, Rabu (15/3/2023).
Menurutnya, di akhir kepemimpinan SBY, jumlah penduduk miskin bisa ditekan menjadi 28,28 juta orang di Maret 2014, dengan tingkat kemiskinan sebesar 11,25 persen. Kemudian, September 2014 jumlah penduduk miskin berkurang menjadi 27,73 juta orang, dengan tingkat kemiskinan sebesar 10,96 persen.
Angka ini merupakan jumlah penduduk miskin paling rendah pada masa kepemimpinan SBY. Dia nerharap tidak ada lagi kemiskinan, pengangguran. “Pembangunan buat apa, bangunan megah tapi jumlah orang miskin tidak ada perbaikan secara signifikan,” ucap Herzaky.
Selanjutnya, ia mengutip data Transparency International yang menyebut Laporan Indeks Persepsi Korupsi 2022 mencatat Indonesia pada skor 34. Menurut dia, angka ini merosot empat poin dari skor di tahun 2021, dimana peringkat Indonesia turun peringkat 110 dari 180 negara.
Menurut Herzaky, Jokowi gagal melanjutkan pencapaian SBY memperbaiki indeks persepsi korupsi. Hal lain yang menjadi catatan dia di era Jokowi terlalu banyak memanfaatkan buzzer politik menyerang SBY.
“Inilah mungkin namanya karma. Karmanya para buzzer bolak-balik, berusaha meredam, menghina, menjatuhkan pemerintahan Pak SBY, tapi yang terjadi kebalikannya,” sambung dia.
Karena itu dia menghimbau semua pihak tidak lagi saling menjatuhkan dan menyerang satu sama lain saat Pemilu 2024 nanti. Dia juga berharap politik ketakutan tidak digunakan menyerang calon pemimpin tertentu dan sebaliknya semua pihak mengedepankan gagasan, dan ide dan konsep berpolitik.
“Tolonglah kita jangan sebarluaskan politik ketakutan, labeling, stigma, gak perlu. Berjuang saja lewat gagasan,” ujarnya.*