Hidayatullah.com—Pentingnya bagi umat Islam mengajukan sejumlah pertanyaan kritis untuk mendapatkan kebenaran dari sumber-sumber yang beragam terkait prubahan cepat dalam perhatian publik terhadap berbagai isu penting, di era digital.
Di antara kasus terbaru adalah soal berita simpang-siur terhadap pengungsi Rohingya. “Selekas ia viral, secepat itu pula ia menghilang. Begitulah nasib pemberitaan negatif soal orang-orang Rohingya,” ujar Kepala Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Pusat Dr Akmal Sjafril di kajian “Majelis Inspirasi” bertema “Rohingya dan Rapuhnya Tradisi Intelektual Kita” belum lama ini.
Menurut Akmal, orang semestinya hanya mau menerima informasi dari sumber-sumber yang kredibel saja, agar tidak mudah termakan berita bohong. Doktor Ilmu Sejarah dari Universitas Indonesia (UI) ini mengajak seluruh peserta untuk belajar memperbandingkan nilai informasi tentang isu Rohingya dari berbagai sumber yang viral.
“Sebagian orang hanya mendapatkan informasi soal Rohingya dari potongan-potongan video yang ditempelkan dengan narasi-narasi yang tidak dipertanggungjawabkan. Video-video itu sebenarnya sangat multitafsir, karena hanya ditampilkan sepotong-sepotong. Narasi di media sosial-lah yang kemudian mengarahkan imajinasi netizen,” ujar Akmal lagi.
Akmal sangat menyayangkan tindakan seorang influencer yang menebar hoaks tentang Rohingya hanya berdasarkan perbincangannya dengan seorang warga Myanmar tak dikenal, yang kebetulan duduk bersebelahan dengannya di pesawat.
Ia sendiri telah mempelajari kasus Rohingya sejak 2014 silam, setelah berdiskusi intens dengan seorang aktivis Myanmar yang pro-Rohingya, yaitu Maung Zarni, Ph.D.
“Karena aktivismenya itu, ia (Zarni) dilarang kembali ke negerinya sendiri,” tandas Akmal.
“Adakah sama nilainya informasi yang diperoleh dari orang tak dikenal dengan yang bersumber dari seorang akademisi yang aktivitasnya bisa ditelusuri hingga lebih dari satu dekade ke belakang?” ujar Akmal beretorika.
Penulis buku “Islam Liberal 101” ini menggarisbawahi pentingnya tradisi intelektual yang kuat bagi umat Islam dalam menyikapi berbagai tantangan di masa depan. Jika umat Muslim masih tidak mempedulikan sumber informasi yang mereka pergunakan, maka problem epistemologis ini akan terus menimbulkan masalah.
“Selama tradisi intelektual belum ditegakkan, maka ke depannya akan muncul fitnah-fitnah berikutnya,” pungkasnya.*/kiriman SPI Media Center