Hidayatullah.com— Pemerintah Belanda telah memberlakukan larangan penggunaan perangkat pintar, termasuk telepon seluler, jam tangan pintar, dan tablet, di semua sekolah di seluruh negeri. Larangan ini diberlakukan mulai dari sekolah dasar hingga menengah Senin ini.
“Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa ponsel di kelas berbahaya. Siswa kurang berkonsentrasi dan prestasi mereka menurun. Kita perlu melindungi siswa dari hal itu,” kata pemerintah Belanda dalam sebuah pernyataan.
Larangan penggunaan ponsel di sekolah telah menjadi topik perdebatan sengit di Belanda. Sebagian pejabat berpendapat bahwa sekolah seharusnya diberikan kebebasan untuk menentukan kebijakan sendiri, sementara kelompok orang tua lainnya mendesak larangan penuh karena khawatir akan dampak media sosial terhadap anak-anak.
Banyak sekolah telah menyatakan bahwa pengalaman awal pemberlakukan ini positif. Para siswa berbicara satu sama lain, dan lebih tenang dan lebih fokus, kutip ANP.
Kepala Sekolah Frank Engelen dari Niftarlake College di Maarssen, Utrecht, mengatakan bahwa segala sesuatunya berjalan dengan baik di sekolahnya, “dengan beberapa pengecualian di sana-sini.”
Minggu lalu, antara 50 dan 70 siswa harus menyerahkan ponsel mereka kepada staf sekolah karena mereka tidak mematuhi larangan tersebut. Dengan sekitar 1.600 siswa yang terdaftar, beberapa lusin pelanggaran tidak terlalu buruk, kata Engelen.
Di Bouwens van der Boijecollege di Panningen, Limburg, larangan penggunaan ponsel sudah mulai berlaku pada bulan September, kata kepala sekolah Annemarie Lukassen.
Larangan ini awalnya diberlakukan kepada siswa yang memasuki tahun pertama di sekolah menengah, dan diperluas hingga mencakup seluruh sekolah saat siswa kembali dari liburan musim dingin.
Siswa harus meninggalkan ponsel di rumah atau menguncinya saat sekolah kembali dibuka setelah liburan, dan itu berjalan “sangat baik,” kata Lukassen.
“Sejak itu, kami hanya menerima kurang dari 10 ponsel dari hampir 1.400 siswa. Siswa benar-benar berbicara satu sama lain lagi,” lanjutnya. “Mereka membawa kartu remi saat liburan, dan bahkan terlihat seorang Discman untuk mendengarkan musik.”
Di Bouwens van der Boije College, pelanggar berulang “akan menerima sanksi lanjutan, seperti tugas,” katanya. Saat menentukan kebijakan, mereka melibatkan Dewan Partisipasi, Dewan Siswa, staf sekolah, dan orang tua.
Niftarlake College menetapkan peraturan baru setelah berkonsultasi dengan para guru. Mereka masih mengizinkan siswa menggunakan ponsel di area tempat mereka beristirahat.
Begitu mereka memasuki lorong menuju ruang kelas, ponsel harus sudah disimpan di loker mereka. Jika seseorang diam-diam menggunakan ponsel mereka, guru akan menyitanya. Siswa dapat mengambilnya di resepsionis sore harinya.
Di kedua sekolah, ponsel pertama-tama ditaruh di tas ponsel di dalam ruang kelas. Hal itu menyebabkan banyak keresahan, karena para siswa menjadi tidak fokus hanya karena tahu ponsel mereka ada di dekat mereka, kata kepala kedua sekolah.
Beberapa siswa Bouwens juga tidak berani mengekspresikan diri mereka dengan bebas karena mereka takut difilmkan atau difoto oleh teman sekelas. “Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman: oleh karena itu, di rumah atau di loker,” kata Lukassen.
Di sisi lain, Yunani dan Italia telah memberlakukan larangan serupa di sekolah-sekolah mereka. Sementara Jerman juga sedang mempertimbangkan langkah serupa.
Sebuah studi terbaru oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) merekomendasikan pembatasan penggunaan ponsel di sekolah. Langkah ini diharapkan dapat membantu meningkatkan konsentrasi siswa di kelas dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif.*