Hidayatullah.com— Bertempat di Masjid Kobe, masjid tertua di Jepang, pendiri Sakinah Finance, Prof Dr Murniati Mukhlisin memberikan kajian “Perencanaan Keuangan Syariah di Tanah Sakura”.
Paparan Madam Ani, demikian Murniati akrab disapa mendapatkan respon positif dari peserta kajian yang umumnya para perawat, penterjemah, insinyur, pakar halal, pekerja restoran dan pabrik atau sebagai ibu rumah tangga yang bersuamikan orang Jepang.
“Sebagian besar tenaga kerja di sini berpenghasilan cukup tinggi, tapi bingung bagaimana menyisihkannya untuk keperluan membayar utang dan menyiapkan bekal kalau nanti pulang ke Indonesia,” ujar Guru Besar Akuntansi Syariah, Institut Tazkia di Bogor.

Pelatihan singkat yang dibawakan Madam Ani adalah bertujuan bagaimana supaya mereka secara syariah dapat mengelola pendapatannya, kebutuhannya, keadaan surplus atau defisit, impian keuangannya, dan masalah kontigensi.
Acara ini berlangsung semasa keberadaan Madam Ani di Jepang dari 30 Desember 2024 hingga 8 Januari 2025, di empat kota yaitu Saitama, Nagoya, Tokyo, dan Kagawa, yang dihadiri lebih dari 200 peserta.
Pelatihan perencanaan keuangan ini merupakan ketiga kalinya setelah tahun 2013 dan tahun 2018, ketika itu Murniati memberikan kajian di Masjid Indonesia Tokyo yang menjadi salah satu pusat kegiatan masyarakat Muslim asal Indonesia di Tokyo dan sekitarnya.
Menurut Widi Mochamad Sugri, Ketua Ikatan Perawat Muslim Indonesia (IPMI) yang mengatur roadshow Madam Ani kali ini disambut berbagai komunitas Musim, seperti Komunitas Muslim Indonesia Saitama (KAMIS), Komunitas Muslim Indonesia Seijo di Tokyo (MIS), Keluarga Muslim Indonesia (KMI) Nagoya, Keluarga Muslim Indonesia (KMI) Kagawa, dan Komunitas Masjid Indonesia Nagoya (MINA).
“Sudah lima tahun ini kami mendengarkan kajian Madam Ani tapi hanya dengan platform online, kami senang sekali bisa menghadirkan Madam Ani secara fisik kali ini,” kata Widi M Sugri.
“Kami merasa perlu supaya dapat memotivasi para perawat yang bekerja di Jepang ini untuk mengatur keuangannya secara syariah” ujar Widi.
Menurut Widi, aaat ini ada 16 ribu perawat di seluruh Jepang yang bekerja sebagai Kaigo (perawat) untuk para lansia di panti jompo atau di rumah sakit.
Masyarakat Jepang merasa bahwa Kaigo asal Indonesia sangat cocok dengan kultur masyarakat Jepang, dan mereka dikenal sabar, ramah, santun, pandai menyesuaikan diri, seperti dikemukakan oleh seorang pengamat ekonomi Indonesia, ujar Midori Suzuki ketika berjumpa dengan Madam Ani di Tokyo.
Menurut Midori, pemerintah Jepang baru saja memutuskan untuk meminta 250 perawat dan pekerja asal Indonesia 2025 ini.*