Hidayatullah.com– Puluhan ribu orang menghadiri acara pemakaman mendiang pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di Beirut, Libanon hari Ahad (23/2/2025).
Tempat acara utama digelar di sebuah stadion di pinggiran selatan Beirut, di mana kursi-kursi tambahan sudah dipersiapkan sebelum acara guna mengantisipasi kedatangan ribuan massa.
Pemakaman resmi untuk Nasrallah dan wakilnya Hashem Safieddine, yang juga tewas dalam serangan udara Israel awal Oktober 2024, ditunda lima bulan dengan alasan keamanan.
Stadion dan area sekitarnya dipenuhi oleh ribuan orang yang berkabung, sebagian membawa potret diri Nasrallah dan mengibarkan bendera Hizbullah. Banyak orang nekat bersandar pada lampu-ampu sorot yang digantung untuk mendapatkan sudut pandang yang lebih baik ke arah panggung. Beberapa delegasi asing menghadiri pemakaman tersebut, termasuk Menteri Luar Negeri Iran Abbas Aragchi dan beberapa pejabat Iraq.
“Saya tidak dapat mengungkapkan perasaan. Rasanya seperti kehilangan ayah atau kakek saya. Kebanyakan dari kami masih tidak percaya kalau dia sebenarnya sudah wafat,” kata Mohammed Khalifeh, seorang pria Libanon yang terbang dari Australia untuk menghadiri pemakaman Nasrallah.
Hassan Nasrallah dilahirkan dalam keluarga kelas pekerja di Beirut pada 1960, yang berasal dari daerah selatan Libanon. Dia merupakan salah satu pendiri Hizbullah dan merupakan orang yang paling lama yang pernah memimpin kelompok itu. Dia terkenal karena kharismanya dan kepandaiannya berorasi.
Dia menjadi tokoh terkemuka di Libanon setelah berhasil memimpin Hizbullah pada tahun 2000 mengusir pasukan Israel yang bercokol selama 18 tahun dari wilayah selatan Libanon.
Citranya sempat tercoreng karena membela rezim brutal Suriah pimpinan Bashar Assad. Namun, dominasi Hizbullah dalam perpolitikan Libanon kurun dua dekade terakhir mengukuhkan kedudukannya sebagai seorang pemimpin yang dielu-elukan pengikutnya.
Ribuan orang menangis ketika peti mati berisi jasad Nasrallah dan Safieddine dibawa berkeliling stadion. Tidak sedikit dari mereka yang melemparkan cincin, jaket dan kerudung ke petugas untuk meminta supaya diusapkan pada peti mati dan mengembalikannya sebagai kenang-kenangan dari mendiang pemimpin mereka.
Ketika kain penutup peti dibuka, empat jet tempur Israel terbang melintas di atas stadion, sehingga pengunjung meneriakkan “Maut bagi Israel!”
“Mereka (Israel) mengira bahwa setelah mereka membunuh para pemimpin kami maka kami menjadi lemah dan mereka dapat menduduki Libanon. Mereka tidak akan dapat melakukannya,” kata Lina Jawad, seorang desainer berusia 27 tahun penduduk Beirut, seperti dilansir The Guardian.
Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem, yang pidatonya saat acara tersebut disiarkan melalui televisi dari lokasi lain, mengatakan kelompok itu “tidak akan tunduk” dan tidak akan membiarkan pasukan Israel bercokol di wilayah Libanon.*