Hidayatullah.com– Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Pengurus Daerah (PD) Surabaya menggelar aksi di depan kantor DPRD Jawa Timur, tepatnya berada di Jl Indrapura Surabaya.
Setelah berkali-kali melakukan aksi dan pengajuan petisi terkait penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS), akhirnya KAMMI mendapatkan angin segar dengan didukungnya pernyataan politik oleh dua wakil DPRD Jatim.
Aksi yang berlangsung damai tersebut dibuka di Tugu Pahlawan yang selanjutnya massa bergeser ke gedung DPRD Jatim. Selain itu, dengan ciri khas KAMMI, dilakukan pula tilawah yang berlangsung khidmat.
Ada Apa dengan RUU P-KS?
“KAMMI PD Surabaya dengan tegas menyatakan penolakan pengesahan RUU P-KS karena sarat dengan nilai liberalisme,” ucap Alfendri salah satu orator aksi damai tersebut (20/09/2019).
Dalam rilis yang dibuat oleh KAMMI, tercantum pandangan terkait alasan penolakan pengesahan RUU P-KS.
Pandangan tersebut di antaranya: Pertama, RUU P-KS ini menggunakan paradigma feminisme dari Barat yang tidak sesuai dengan norma agama dan budaya di Indonesia yang tercantum di dalam Naskah Akademik RUU P-KS halaman 11 yang menyatakan bahwa RUU inı menggunakan paradigma hukum Feminist Jurisprudence atau Feminist Legal Theory.
Kedua, RUU P-KS mengabaikan nilai-nilai Pancasila terutama pada sila pertama dan kedua.
Ketiga, pada konsep pemidanaannya dalam RUU P-KS hanya bertumpu pada kejadian akhir dari suatu situasi kejahatan pada nilai kesusilaan di dalam masyarakat, sehingga bertolak belakang dengan pasal 28 huruf (J) UUD N RI 1945 yang memuat agama dan moral dalam asas penegakan hukum.
Keempat, RUU P-KS mengabaikan nilai agama sobagai pondasi dasar pertimbangan dalam pembuatan RUU tersebut.
Kelima, terminologi Kekerasan Seksual yang dijelaskan dalam draf RUU ataupun Naskah Akademik penuh keganjilan dan multitafsir sehingga berpotensi melegalkan dan/atau berpihak pada perilaku penyimpangan dan seks bebas.
Keenam, dalam terminologi utamanya (ketentuan umum), frasa hasrat seksual dalam RUU P-KS sangat general dan multitafsir, sehingga bisa mencakupi segala hal yang berkaitan dengan hasrat seksual seperti zina, LGBT, dan lain-lain.
Ketujuh, terminologi gender yang disebutkan dalam ketentuan umum, sebagaimana dijelaskan dalam Naskah Akademik RUU P-KS memiliki pengertian bukan jenis kelamin biologis, akan tetapi hasil interpretasi seseorang terhadap jenis kelamin sosial, yaitu hasil interpretasi seseorang terhadap jenis kelamin biologisnya.
Kedelapan, frasa persetujuan dalam keadaan bebas dalam ketentuan umum RUU P-KS multitafsir dan sangat berpotensi melegalkan dan/atau berpihak pada perilaku seks bebas.
Terakhir, kesembilan, RUU P-KS terkesan menihilkan pembangunan institusi keluarga berdasarkan moral dan nilai-nilai agama yang berlaku di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada Naskah Akademik RUU P-KS diisyaratkan bahwa keluarga sebagai tempat yang aman bagi perempuan dan anak adalah mitos.
Dari ke delapan pandangan tersebut, maka diharapkan pihak DPRD Jatim mampu memenuhi tuntutan dalam aksi tersebut untuk menolak pengesahan RUU P-KS.
Massa mendesak DPRD provinsi Jatim agar menyuarakan penolakan kepada DPR RI dan mendesak panitia kerja (panja) RUU P-KS di Komisi VIII DPR RI untuk meniadakan pembahasan RUU P-KS.
Anggota DPRD Tolak RUU P-KS
Dalam aksi damai tersebut turut dilakukan orasi dari KAMMI Surabaya, KAMMI 1011, KAMMI Sunan Ampel, KAMMI Unesa, FSLDK, My Club, ITJ.
Salah satu orasi yang menohok yaitu dari Risfan Baihaqi mahasiswa Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
“Lihat teman-teman, di depan kita terdapat pagar besi yang sangat panjang. Lucu bukan? Gedung DPRD ini gedungnya rakyat, masa sekarang tuan rumahnya datang tidak boleh masuk,” tuturnya.
Setelah menyampaikan semua orasi, barulah sekitar pukul 15.00 WIB massa diterima oleh DPRD Jatim. Usai orasi, sembilan orang perwakilan akhirnya dapat masuk ke gedung DPRD. Dalam audiensi tersebut turut diajukan terkait pernyataan sikap politik untuk menolak pengesahan RUU P-KS.
Selama kurang lebih 30 menit menunggu, dua anggota dewan Jatim yakni Mathur Husyairi dari Fraksi Keadilan Bintang Nurani dan Hadi Dediansyah dari Fraksi Gerindra serta juru bicara KAMMI Kota Surabaya M Fatchurrozi akhirnya keluar.
Dengan memberi penegasan dengan penandatanganan sikap politik bahwa KAMMI Surabaya menolak pengesahan RUU P-KS dan mendesak DPRD Jatim supaya menyuarakan penolakan kepada DPR RI dan mendesak panja RUU P-KS di Komisi VIII DPR RI untuk meniadakan pembahasan RUU P-KS.
Mathur Husyairi menegaskan, pihaknya mau menemui massa aksi yang menolak pengesahan RUU P-KS itu karena sejalan dengan apa yang diperjuangan partai.
“Saya dari PBB tentu mendukung penolakan pengesahan RUU P-KS karena ada beberapa pasal yang direvisi itu memang tidak sejalan dengan tuntunan agama Islam dan UUD 1945,” jelasnya.
“Habis itu perwakilan sembilan orang kita masuk dalam ruang rapat. Kita ngobrol di sana terkait aspirasi KAMMI. Dan bapak-bapak DPRD Jatim yang masing-masing berasal dari fraksi Keadilan Bintang Nurani dan fraksi Gerindra menyatakan akan membantu secepatnya.
Walaupun telah dilakukan penandatangan sikap politik, namun aksi masih berlanjut dengan teatrikal. Dalam teatrikal yang naskah aslinya diambil dari salah satu akun IG kader KAMMI tersebut, diperagakan oleh dua orang. Dalam ceritanya, berkisah tentang beberapa tahun setelah pengesahan RUU P-KS.
Tidak lupa, turut dinyanyikan pula lagu darah juang sebagai hal simbolik dari perjuangan. Dalam penutupan aksi, imbauan kepada massa aksi yaitu untuk membawa sampah apapun yang ada di sekitarnya.
“Sebelum menutup, saya persilakan teman-teman untuk memungut sampah yang ada disekitar. Untuk membantu cleaning service,” ucap Risvan.* Kiriman FAT/Refra