Hidayatullah.com– Gerakan literasi ekonomi Islam yang sistematis dan berkelanjutan sebuah keharusan, agar masyarakat Indonesia menjadi lebih terbuka dan familiar terhadap ekonomi Islam.
“Masih rendahnya pemahaman umat Islam di Indonesia sangat memprihatinkan. Inilah yang menyebabkan kondisi perekonomian umat Islam di Indonesia masih jauh dari angka ideal.”
Poin inti inilah yang disampaikan oleh praktisi ekonomi Islam ini Asih Subagyo dalam paparan materinya di hadapan seluruh peserta Pelatihan Dasar Calon Pengurus dan Pengelola Baitut Tamwil Hidayatullah yang digelar di Pesantren Hidayatullah Bandung, Jawa Barat, baru-baru ini.
Rendahnya pemahaman umat Islam di Indonesia disebabkan salah satu faktornya karena masih minimnya literasi ekonomi Islam itu sendiri. Ini bisa dilihat masih minimnya peran ulama dan dai dalam menyampaikan materi ekonomi Islam dalam kajian-kajiannya baik di masjid, majelis taklim, maupun di media sosial.
Masih katanya, umat juga masih sulit mendapati buku-buku atau tulisan tentang ekonomi Islam, karena sebagian besar di perpustakaan dan toko buku hanya tersedia buku-buku agama dalam materi ibadah dan kisah-kisah saja.
Tambah lagi, para ulama yang memahami fiqih muamalah atau ekonomi Islam masih relatif sedikit dan hanya sebatas orang-orang yang berada di DSN-MUI atau lembaga terkait yang memahaminya. Akibatnya, pemahaman masyarakat mengenai ekonomi Islam masih terbilang minim karena kajian-kajian di masjid dan majelis taklim mayoritas diisi dengan fiqih ibadah daripada fiqih muamalah.
Sementara, di pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua saja, masih banyak yang belum menjadikan fikih muamalah sebagai kurikulum atau bahan ajarnya.
Bayangkan di lembaga-lembaga Islam lainnya, seperti sekolah Islam tentu masih sangat sulit diharapkan. Sehingga anak-anak Muslim generasi milenial saat ini masih sangat minim pemahamannya terhadap ekonomi Islam.
Oleh karena itu, besarnya peran ulama, ahli ekonomi Islam dan para dai dalam menyemarakkan kajian ekonomi Islam, sangat dibutuhkan.
Ulama, ahli ekonomi Islam dan para dai sejatinya mempunyai peran “sakral” dalam menjadi agent of change di masyarakat, karena mereka adalah orang yang bisa menjadi penggerak dan katalisator untuk mengajak masyarakat dalam membangun ekonomi umat.
Masih dalam paparan materinya, Asih Subagyo juga menjelaskan posisi Indonesia sebagai negara dengan 85 % mayoritas Muslim. Maka tentu Indonesia mempunyai potensi dan peluang besar sebagai pusat ekonomi Islam di dunia ini.
Namun faktanya, indeks literasi keuangan Islam yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan tahun 2016 masih berada di angka 8,11 persen, artinya pemahaman masyarakat Indonesia mengenai ekonomi Islam masih minim.
Apalagi keberadaan literasi dan inklusi keuangan Islam mempunyai hubungan yang erat, sehingga indeks inklusi keuangan syariah pun masih terbilang kecil di kisaran 11,06 persen pada tahun 2016. Realita ini sepatutnya menjadi perhatian bagi para pemerhati ekonomi syariah di Indonesia.
Terakhir, Asih Subagyo yang juga mendapat amanah sebagai Kabid Perekonomian DPP Hidayatullah ini berharap seluruh peserta acara itu bisa menjadi pionir dan pelopor untuk ikut menyemarakkan kajian ekonomi syariah dimanapun berada.* Kiriman Hidayatullah/Sekretaris Hidayatullah Micro Finance (HMF)