Hidayatullah.com–Seorang pejabat urusan orang asing sekaligus Sekretaris Departemen Pekerjaan Jerman Marylois Beick meminta kepada pemerintah dan rakyat Jerman untuk menerima pakaian muslimah sebagai sesuatu hal yang biasa dan menghormati syiar-syiar Islam.
Permintaan Marylois tersebut disampaikannya dalam jumpa pers di Berlin (18/06/03) mengomentari acara diskusi Mahkamah Tinggi Perundang-undangan Jerman di Karlsroh.
Diskusi tersebut membahas seorang pengajar muslimah, Farhat Loden, yang dilarang mengajar di sekolah Jerman di Badn Wortmbeg karena mengenakan jilbab.
Beick mengatakan, pakaian muslimah adalah urusan agama dan bukan persoalan tradisi. Karena itu, masyarakat Jerman tidak bisa mengatakan bahwa dua juta muslimah di Jerman yang mengenakan jilbab sebagai tradisi dan kebiasaan negara-negara Islam.
Ia juga menjelaskan, mayoritas warga Jerman yang memeluk Islam juga mengenakan jilbab. Karena, jilbab adalah perintah agama dan tidak ada hubungannya dengan tradisi.
Pemerintah Jerman meminta agar persoalan pakaian muslimah yang telah berlarut-larut selama lima tahun ini segera diselesaikan. Pemerintah juga meminta agar Loden dikembalikan kepada kelurganya di Stuttgart.
Loden mengajukan persoalan ini kepada pengadilan. Ia menegaskan bahwa pakaian muslimah adalah perintah agama. Karena itu, ia tidak akan melepaskan jilbab meskipun besarnya tekanan dalam rangka untuk mendapatkan haknya dari mengajar.
Mahkamah Tinggi Perundang-undangan Jerman mengharapkan pernyataan tentang jilbab sudah dikeluarkan pada awal bulan depan. Ini dilakukan setelah pemerintah Jerman melakukan penelitan dan mendengarkan saksi-saksi tentang persoalan ini. (is/ha/m3)