Hidayatullah.com–“Waktunya sudah tiba untuk kita semua menghilangkan prasangka itu sekarang dan untuk selamanya, teori bahwa yang terjadi adalah sebuah pertikaian peradaban,” ungkap Perdana Menteri (PM) Malaysia Abdullah Ahmad Badawi ketika menyampaikan pidatonya pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Senin (27/9) di New York, Amerika Serikat, kmarin
PM Malaysia itu mendapat giliran berpidato sebelum Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia (RI) Hassan Wirajuda.
Badawi menegaskan, kita harus menghilangkan asosiasi Islam dengan kekerasan, kemiskinan, dan tidak punya harga diri. Sebab, kenyataannya masalah terorisme ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan Islam. Persoalan itu juga tidak secara eksklusif adalah menjadi milik kaum Muslim.
“Kita perlu menjernihkan kebingungan atas dikaitkannya masalah-masalah yang dihadapi negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim dengan agama Islam,” ungkap Badawi sambil mencontohkan negaranya sendiri sebagai bukti bahwa Islam tidak berseberangan dengan modernisasi dan demokrasi.
Menurut Badawi, kita harus segera menemukan jalan dan cara agar PBB melaksanakan perannya secara memadai dalam memerangi terorisme internasional. Malaysia berkeyakinan bahwa perang melawan terorisme tidak mungkin berhasil melalui penggunaan kekuatan senjata saja.
Oleh karena itu, dia mengharapkan PBB menjadi forum bagi terselenggaranya dialog untuk mewujudkan perdamaian antarbangsa dan persahabatan antarmanusia.
Defenisi Terorisme
Selainitu, Badawi dan para pemimpin negara-negara Asia di forum itu juga mendesak istilah terorisme didefinisi ulang. Desakan tersebut diajukan dalam debat tahunan di Majelis Umum PBB kemarin.
Menurut Badawi, perang antiteror sudah berubah haluan. “Perang antiteror saat ini berubah menjadi fobia Islam atau antimuslim. Karena itu, perang tersebut harus dihentikan karena melanggar HAM,” tandas Badawi di depan anggota PBB lain.
Dia juga menegaskan, telah terjadi kesalahpahaman. “Selama ini, terorisme selalu dihubungkan dengan Islam,” terang ketua OKI tersebut.
Karena itu, Badawi bersama pemimpin Asia lain mendesak definisi ulang terorisme dan perang antiteror. Juga perlu dicari akar permasalahannya.
Menurut mereka, peran dan legitimasi PBB harus dioptimalkan. Itu bercermin dari kasus invasi AS ke Iraq. Tanpa persetujuan PBB, AS seenaknya menyerang Iraq.
Perdana menteri kelahiran Penang itu lantas menyebut bahwa pemicu Perang Iraq tersebut salah. “Pemicunya adalah serangan 11 September 2001 ke AS. Sejak itu, Islam diidentikkan dengan kekerasan,” jelasnya.
Sebelumnya, desakan sikap serupa dilontarkan Presiden Pakistan Pervez Musharraf. Perves -sekutu AS dalam perang antiteror- mengingatkan Majelis Umum (MU) PBB agar mewaspadai “tirai besi”, yang membatasi negara Islam dan Barat. Menurut dia, kaum muslim cenderung disudutkan setiap kali ada kekacauan. (kcm/jp/cha)