Organisasi HAM Human Rights Watch menyatakan tindak kekerasan terhadap para demonstran yang dilakukan pasukan pemerintah di Timur Usbekistan sebagai sebuah pembantaian
Hidayatullah.com–Menurut Human Rights Watch, jumlah korban tewas serta kekejaman yang dilakukan tanpa pandang bulu menguatkan pernyataan itu, demikian menurut laporan yang dikeluarkan di Moskow. Hingga kini Usbekistan tetap menolak mengijinkan pihak internasional untuk menyelidiki kasus tersebut.
Tanggal 13 Mei di kota Andishan di Timur Usbekistan, diduga ratusan orang, diantaranya wanita dan anak-anak tewas akibat tembakan peluru tajam aparat militer.
Di Moskow Organisasi HAM Human Rights Watch mengeluarkan sebuah laporan yang mempertanyakan reaksi dari pemerintah di Usbekistan. Ken Roth dari organisasi HAM yang berkedudukan di New York itu mengatakan, jumlah korban tewas dan aksi petugas keamanan di Andishan membuat pihaknya menyebut tindakan itu sebagai pembantaian. Tindak kekerasan yang digunakan aparat terlalu berlebihan untuk menghadapi ancaman beberapa orang bersenjata dan demonstran lainnya.
Sebelum demonstrasi itu terjadi beberapa pemberontak menyerbu sebuah tangsi dan mencuri sejumlah senjata, dan ketika mereka membebaskan para tahanan dari penjara, sekurangnya sembilan pegawai dan sipir penjara tewas. Itu merupakan kejahatan yang setiap negara harus dapat mengatasinya, kata Ken Roth. Namun petugas keamanan Usbekistan bertindak brutal seperti mereka harus menumpas sebuah perjuangan kelompok Islam.
“Pernyataan pemerintah Usbekistan terhadap peristiwa itu sangat salah. Mereka mengatakan, 170 orang tewas. Padahal kenyataannya beberapa kali lipat dari jumlah itu. Dalam pernyataan itu dikatakan, korban tewas tersebut akibat perbuatan para pemberontak, meski sebagian besar para demonstran itu tewas oleh petugas keamanan pemerintah.“
Petugas keamanan mengepung kota itu dengan panser dan melakukan tindakan brutal agar para demonstran tidak melarikan diri. Human Rights Watch mengaku telah menanyai lebih dari 50 saksi mata di Andishan.
“Para penembak jitu ditempatkan di sepanjang jalan. Pasukan itu kemudian mulai menembaki sekitar 300 demonstran dan hanya beberapa orang yang selamat. Jika seseorang mengangkat kepalanya, akan ditembak. Setelah tampaknya hampir semua tewas, pasukan itu memeriksa jika masih ada yang hidup, untuk kemudian menewaskannya.“
Tidak ada pihak asing yang boleh masuk ke rumah sakit, ke kuburan atau ke kamar mayat, sehingga hingga kini tidak ada yang tahu pasti jumlah korban yang tewas. Mereka yang memberikan informasi mendapat ancaman.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Menurut Ken Roth, hanya melalui penyelidikan independen, kenyataan itu dapat dibuka. “Penyelidikan oleh pihak internasional diperlukan untuk menyelesaikan masalah itu. Kami tidak percaya pemerintah Usbekistan akan melakukan pencarian terhadap pelaku pembantaian itu.“
Human Rights Watch juga menyerukan kepada Rusia, AS dan Uni Eropa untuk meningkatkan tekanan terhadap pemerintah Usbekistan agar mengijinkan dilakukannya penyelidikan independen mengenai kasus tersebut.
Pemerintah tangah besi Uzbekistan hanya mengakui, korban umat Islam yang dibanti hanya sekitar 170-an, sementara data yang ditunjukkan lembaga HAM internasional jumlahnya mencapai angka 600 oang. (hid)