Senin, 29 Agustus 2005,
Hidayatullah.com—Anggota parlemen terkemuka dan mantan anggota kabinet Bronwyn Bishop menyikapi wacana pelarangan itu kemarin. "Dalam masyarakat yang ideal, Anda tidak melarang apa pun. Namun, kami sangat terpaksa melakukan ini semua karena apa yang terjadi di negara kami merupakan konflik budaya. Dalam hal ini, jilbab digunakan sebagai salah satu simbol pertentangan," kata Bronwyn Bishop, seperti disiarkan saluran televisi Seven Network.
Menurut anggota parlemen dari Partai Liberal -yang memerintah- itu, muslimah yang bersekolah di sekolah-sekolah Islam tetap diperbolehkan mengenakan jilbab sebagai seragam mereka serta dalam kehidupan pribadi.
Sepekan sebelumnya, Sophie Panopoulos, anggota parlemen dari Partai Liberal, menyatakan kekhawatirannya atas foto identitas sejumlah muslimah yang tidak memperlihatkan wajah.
Ketua Asosiasi Wanita Muslim Australia Maha Krayem Abdo menanggapi hal itu. Dia menyatakan bahwa mengenakan jilbab merupakan hak muslimah. Abdo juga mengatakan, para muslimah yang bersekolah di sekolah apa pun tidak selayaknya dilarang mengenakan jilbab. "Saya rasa, Australia adalah salah satu negara di dunia yang menerapkan keadilan dalam masyarakat. Jadi, jilbab bukanlah alasan untuk mengingkari hal tersebut," katanya.
Namun, Menteri Pendidikan Australia Brendan Nelson mengatakan bahwa dirinya tidak bersedia mendukung rencana tersebut. Beberapa hari lalu, Nelson juga mengatakan bahwa usul tersebut akan gugur sebelum sampai ke meja parlemen. Dia menyatakan, Australia tidak akan mengikuti jejak parlemen Prancis yang meluluskan pelarangan mengenakan jilbab bagi muslimah. (ap/jp/hid)