Hidayatullah.com—Masalah ini diketahui setelah tim Majelis Ulama Indonesia (MUI) berkunjung menemui Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah. Dalam kunjungan itu, MUI meminta pandangan dari Mufti tersebut.
“ Mufti Arab Saudi belum tahu jika vaksin meningitis haram, sehingga mereka akan melakukan pembahasan menyangkut status vaksin itu,” tutur Ketua MUI Ma’ruf Amin, kepada hidayatullah.com pagi tadi.
Oleh sebab itu, MUI akan melakukan pembahasan lagi tentang status vaksin meningitis. Namun menurutnya, pembahasan tersebut akan memantapkan kembali keputusan MUI sebelumnya bahwa vaksin meningitis haram.
“Oh ya, vaksinasi sudah jelas haram, dan kita akan memantapkan lagi. Yang akan kita bahas adalah hubungan pelaksanaan vaksinansi kepada calon jamaah haji,” ujarnya.
Menurutnya, dalam pembahasan tersebut besar kemungkinan MUI akan tetap mengharamkan vaksinasi terhadap calhaj. Kecuali untuk haji wajib (haji nazar/janji), MUI akan membolehkan karena faktor darurat. Ia menjelaskan, haji nazar diperbolehkan karena statusnya wajib dan dalam keadaan terpaksa (attthurro).
“Jadi haji nazar boleh melakukan vaksinasi,” tegasnya.
Sedangkan untuk haji dan umroh biasa, MUI akan tetap mengharamkan penggunaan vaksin meningitis. Ia menilai, faktor darurat tidak bisa dijadikan hujjah (alasan) dalam membolehkan vaksin meningitis.
Menurutnya, darurat ada batasannya. Sedangkan keharaman babi sudah jelas. Keputusan tersebut diambil sebagai bukti bahwa MUI tidak menutup masalah vaksin, tapi juga membuka tanpa batas. Kecuali jika pihak pemerintah Arab Saudi tidak mewajibkan penggunaan vaksin meningitis dan vaksin baru yang halal sudah ditemukan, maka penggunaan vaksin dibolehkan.
Langkah tersebut diakui Ma’ruf memang keras. Namun, apa boleh buat, ketentuan halal dan haram dalam Islam sudah jelas.
“Selama ini, kita (MUI) menjadikan Al-Quran dan Hadis sebagai rujukan. Jadi, apa kata kedua undang-undang tersebut, maka kita taati,” tambah Ma’ruf. [ans/hidayatullah.com]