Hidayatullah.com–Dewan ulama tertinggi di Arab Saudi telah melarang aksi-aksi protes atau demonstrasi di negerinya, di tengah-tengah krisis yang terus meluas di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Namun, dewan ulama Arab Saudi menyatakan, hari Ahad, bahwa aksi demonstrasi tidak sesuai dengan hukum syariah, dan karenanya dilarang. Keputusan dewan ulama mendukung keputusan Kementerian Dalam Negeri yang kemarin menyatakan bahwa semua bentuk protes dan demonstrasi melanggar hukum.
Dewan ulama senior ini menganggap bahwa pembaruan dan nasehat tidak akan efektif melalui demonstrasi dan metode yang bersifat menghasut. Pernyataan tersebut diberitakan kantor berita SPA, seperti dikutip AFP.
“Dewan menekankan bahwa demonstrasi dilarang di negara ini, dan bahwa cara Islam merealisasikan kepentingan bersama adalah dengan memberikan nasehat,” katanya.
Kementerian Dalam Negeri, Sabtu (5/3), mengatakan demonstrasi seperti itu dianggap tidak sah di Arab Saudi, dan mengingatkan para pengunjuk rasa bahwa pasukan keamanan diijinkan untuk menindak tegas protes massa.
Sebelumnya, Jumat, beberapa ratus warga Syi’ah berunjuk-rasa di Provinsi Timur, minta pembebasan seorang ulama mereka yang ditangkap, Tawfiq al-Aamer, dan tahanan lain, kata beberapa saksi.
Pada hari yang sama juga, duabelas pria berkumpul di pintu masuk masjid Al-Rajhi di Riyadh, salah satu masjid penting di ibukota, mereka mengulangi slogan-slogan yang mengecam ‘penindasan’ dan monarki. Dalam peristiwa tersebut, tiga orang ditangkap polisi.
Unjuk rasa yang sama diadakan di Al-Qatif, juga di Provinsi Timur, tapi dibubarkan oleh polisi. Peringatan pemerintah memang tidak main-main. Pada hari sebelumnya, Kamis malam, 22 orang ditangkap ketika polisi membubarkan unjuk rasa di Al-Qatif, tempat para pengunjuk rasa minta pembebasan tawanan, kata Ibrahim al-Mugaiteeb, Ketua Human Rights First di Arab Saudi.
Aktivis HAM
Pernyataan dari dewan yang memiliki 10 anggota, dengan pimpinan mufti Arab Saudi, itu dikeluarkan menjawab desakan para aktivis HAM melalui internet menyerukan demonstrasi pada 11 dan 20 Maret guna meminta perubahan di kerajaan tersebut. Pemerintah sebelumnya juga memperingatkan warga agar tak berunjuk rasa.
Lebih dari 100 cendekiawan dan aktivis HAM telah menyerukan diadakannya pembaharuan besar di Arab Saudi, termasuk pendirian sistem pemerintahan kerajaan yang berdasarkan undang-undang dasar.
Dalam pernyataan yang dimuat jaringan internet, ke-100 tokoh itu menyerukan supaya anggota dewan penasihat raja, dipilih lewat pemilihan umum dan bukannya diangkat.
Desakan aktivis HAM dan Barat agar Saudi menerima demokrasi boleh jadi hanya akan sia-sia. Pasalnya, menurut beberapa pengamat Timur Tengah, tak seharusnya demokrasi dipaksakan, karena belum tentu cocok dengan negeri itu.
Sementara itu, kalangan dewan ulama juga menganggap, cara-cara pengumpulan massa yang menghasut, tak bisa diterima dalam Islam.
“Perubahan dan nasehat adalah cara Islami dan akan membawa manfaat serta mencegah kejahatan, dan bahwa itu tidak terjadi melalui pernyataan-pernyataan yang bersifat mengintimidasi dan menghasut berdasar tandatangan yang dikumpulkan,” jelasnya. *