Hidayatullah.com–Jika sebelumnya warga ibukota Tripoli mengungkapkan kegeramannya atas pasukan pemberontak yang kini menguasai Libya, maka kini giliran warga Sirte yang marah.
Kebanyakan warga Sirte menyalahkan banyaknya korban tewas dan kerusakan yang terjadi di daerahnya kepada pasukan pemberontak Libya dan NATO.
Mereka enggan mengungkapkan kemarahannya secara terang-terangan, karena takut akan disebut sebagai pendukung Muammar Qadhafi.
“Negara ini dibangun dengan satu figur. Jika ia tumbang, maka tamatlah Libya,” kata seorang warga bernama Al Fatouri di depan rumahnya di pinggiran Sirte.
“Qadhafi seperti pigura. Jika salah satu bagian pigura itu dipukul, maka gambarnya akan hancur. Libya akan hancur,” katanya lagi, seperti dikutip Reuters (05/10/2011).
“Silahkan cari Muammar (Qadhafi), tapi jangan bunuh 50.000 orang untuk mengganti rezim (penguasa),” tegas Fatouri.
“Tidak layak ribuan orang mati di Sirte hanya untuk Muammar. Ini yang membuat kami sedih,” imbuhnya.
Seperti ribuan penduduk Sirte lainnya, Fatouri sempat mengungsi meninggalkan rumah saat bentrokan senjata terjadi. Tapi ia memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
“Kami menolak untuk pergi, kami tidak ingin sengsara … Lebih baik kami mati di sini daripada meninggalkan rumah-rumah kami dan menderita.”
Saat Fatouri bicara, terdengar suara tembakan senjata berat. Sejumlah pendudk setempat tampak berkumpul.
“Mereka (pasukan pemberontak Dewan Transisi Nasional-red) memulai hari dengan membombardir kami, dan mengakhirinya dengan membombardir kami … Anak-anak mendengar suara renteran tembakan seperti musik,” kata seorang warga lain, yang berdiri dekat Fatouri.
Dewan Transisi Nasional mengatakan, pasukannya sedang berusaha memburu para pendukung Mutassim putra Qadhafi, yang memimpin tentara bayaran dan pasukan berani mati di Sirte. Tentara pemberontak, yang didukung NATO, mengatakan bahwa mereka memperlakukan warga sipil yang mengungsi dengan baik. Memberikan mereka makanan dan minuman dan hanya menangkap anggota pasukan Qadhafi.
Namun, menurut sejumlah warga, keadaan yang sebenarnya tidak seperti apa yang dikatakan pasukan pemberontak.
“Tidak ada Brigade Qadhafi, cuma sukrelawan,” kata seorang pria berusia 23 tahun yang mengaku bernama Bassem. Dia sempat pergi dari Sirte bersama pamannya dan meninggalkan orangtuanya.
“Mereka (orangtuanya-red) tidak mau pergi,” kata Bassem. “Sebagian orang takut akan dibantai oleh pemberontak, dan tidak mau meninggalkan rumah-rumah mereka.”
Banyak penduduk Sirte yang khawatir pemberontak akan balas dendam kepada mereka, karena keterkaitan kota itu dengan Qadhafi. Sebagaimana diketahui, Sirte adalah kampung halaman keluarga Qadhafi.
“Pemberontak dari Misratah mengatakan mereka akan menghancurkan Sirte, sebab Misratah telah hancur,” kata Ali, salah seorang warga yang ikut menyelamatkan diri.
“NATO mendatangkan kehancuran, dan pemberontakan mendatangkan kehancuran,” kata Ali.
Seorang penduduk lainnya sependapat dengan Ali.
“Apa yang Amerika dan NATO bawa untuk kami? Apakah mereka membawakan kami buah aprikot?” tanyanya kesal. “Tidak, mereka membawakan kami tembakan-tembakan dan serangan-serangan. Mereka meneror anak-anak kami.” tegasnya.
Xinhua Kamis (06/10/2011) melaporkan, Rusia mengecam pasukan NATO di Libya, dengan mengatakan bahwa NATO bukannya melindungi warga sipil sebagaimana tujuan dari resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa atas Libya yang memberikannya mandat, tapi malah menambah daftar korban tewas dan kerusakan.
NATO sendiri lewat pernyataan Menteri Pertahanan Prancis Gerard Longuet, sebagaimana dilansir Associated Press (06/10/2011) mengatakan tidak akan menghentikan serangan atas Libya, kecuali pemerintah yang baru meminta mereka untuk berhenti.*