Hidayatullah.com—Pertemuan pemimpin suku Kurdi Massoud Barzani dengan para pemimpin Amerika Serikat, guna membicarakan monopoli kekuasaan di Iraq oleh kelompok Syiah belum lama ini, merupakan kabar baik bagi Turki.
Sebagaimana diketahui, Turki sangat kritis terhadap kepemimpinan Perdana Menteri Nuri Al Maliki –seorang Syiah– yang menerapkan politik sektarian.
“Barzani mengunjungi AS untuk membicarakan tentang Al Maliki,” kata seorang diplomat Turki, Jumat (06/04/2012), tanpa menyebutkan namanya, dikutip Cihan.
Barzani bertemu dengan Presiden Barack Obama dan Wakil Presiden Joe Biden secara terpisah pada hari Rabu lalu. Dia mengatakan kepada keduanya bahwa Al Maliki mengkonsolidasikan kekuasaan seperti diktator. Kedua pemimpin AS itu menegaskan bahwa negaranya akan tetap memegang komitmen dengan Kurdistan dan membantu Iraq menangani masalah politik dalam negerinya.
Perdana Menteri Nuri Al Maliki naik ke puncak jabatan Iraq setelah Saddam Hussein digulingkan Amerika Serikat lewat invasi militer ke negeri 1001 malam itu. Ia mendapatkan jabatan tersebut dengan sokongan penuh dari Washington.
Suku Kurdi sendiri memiliki masalah dengan pemerintah Iraq yang dikuasai Syiah terkait teritorial dan kekayaan minyak yang dimiliki Wilayah Otonomi Kurdistan.
Perseteruan antara Kurdi dengan pemerintah Syiah Baghdad semakin meruncing, setelah Wakil Presiden Tariq Al Hashimi –seorang Muslim– dijadikan buronan pemerintah dengan tuduhan sebagai otak aksi terorisme. Hashimi meninggalkan Baghdad dan mengungsi ke Kurdistan.
Kurdistan berusaha mempertahankan keseimbangan politk di Iraq antara Muslim dan Syiah, setelah Amerika Serikat hengkang dari negeri itu.
Turki sangat kritis terhadap Al Maliki, yang dinilainya sengaja mengeluarkan perintah penangkapan kepada Al Hashimi dengan tujuan menguasai penuh pemerintahan Iraq lewat blok Syiah-nya.
“Sikap Arbil dan Ankara terhadap Baghdad sangat sejalan, karena keduanya merasa terganggu dengan pemerintahan diktator Maliki,” tegas Ali Semin, pakar Timur Tengah dari Wise Men Center for Strategic Studies (BİLGESAM)
Sementara menurut Mehmet Yegin dari International Strategic Research Organization (USAK), Washington tidak ingin kehilangan muka di mata dunia. Amerika Serikat ingin membungkam kritik masyarakat internasional, yang mengatakan bahwa negara meninggalkan kekacauan di Iraq, dengan cara menjembatani pertikaian politik antar kelompok di Iraq.
Amerika Serikat menginvasi Iraq dan menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein pada tahun 2003 dengan alasan Saddam menjalankan pemerintahan dengan tangan besi dan membahayakan keamanan regional lewat program senjata pemusnah massalnya. Tudingan yang hingga kini tidak pernah terbukti.
Menurut sejumlah politisi Iraq yang tidak ingin disebutkan namanya, waktu pertemuan Barzani dengan pemimpin AS itu sangat tepat, karena ia berhasil mendapatkan janji Washington atas persatuan Iraq, menjelang pertemuan nasional dalam waktu dekat ini.
Pekan kemarin presiden Iraq dukungan Amerika Serikat, Jalal Talabani, juga menyerukan konferensi nasional guna menjembatani perbedaan di kalangan blok-blok politik Iraq.*