Hidayatullah.com—Calon dari Partai Sosialis Francois Hollande berhasil menduduki tempat teratas dalam pemilihan presiden Prancis putaran pertama, dengan kemenangan tipis atas calon incumbent Nicolas Sarkozy.
Dilansir oleh Euronews, Ahad (22/04/2012), Hollande memenangi 28,10% suara pemilih, sedangkan Sarkozy dari partai beraliran kanan tengah UMP mendulang 26,98% suara. Di tempat ketiga bertengger tokoh Partai Front Rakyat Prancis, Marine Le Pen, dengan perolehan suara 18,76%.
Di tempat ke-3 dan ke-4 berturut-turut ada Jean Luc-Melenchon (sayap kiri jauh) dengan 10,89% suara dan Francois Bayrou (tengah) 9,19% suara.
Keikutsertaan pemilik suara dalam pemilihan umum kali ini diperkirakan 80%, atau turun dibandingkan pemilihan sebelumnya yang mencapai 84%.
Dengan berada di urutan pertama dan kedua, Hollande dan Sarkozy berhak maju ke putaran kedua pemilihan presiden Prancis kali ini.
Para pengamat memperkirakan Sarkozy akan berusaha mati-matian menarik para pemilih Bayrou, agar memberikan suara mereka kepadanya di putaran kedua pada 6 Mei mendatang.
Pendukung Front Rakyat Prancis agak sulit diprediksi kecenderungannya, apakah akan tetap mendukung putri mantan politikus besar Jean-Marie Le Pen tersebut atau memberikan suara mereka untuk Hollande atau Sarkozy.
Sementara itu, Luc-Melenchon dan Eva Joly (2%) mendesak para pendukung masing-masing untuk memberikan suaranya kepada Hollande.
Dalam pidato usai perhitungan suara yang menunjukkan keunggulannya, Hollande menyebut Sarkozy sebagai “kandidat yang akan terdepak” dan bahwa kekalahannya merupakan hukuman dari para pemilik suara terhadap Sarkozy atas kebijakan-kebijakannya selama ini. Hollande menjanjikan pertumbuhan ekonomi Prancis dan menyerang kelompok-kelompok elit yang mengelilingi presiden Sarkozy.
Menanggapi hasil putaran pertama itu, Marine Le Pen mengatakan bahwa partainya adalah satu-satunya “oposisi” yang tersisa di Prancis. Dan hasil perhitungan putaran pertama hanyalah sebuah “hasil permulaan”.
Jika Sarkozy tidak bisa mengubah pendapat sebagian besar rakyat, maka dia akan menjadi presiden incumbent pertama yang kalah saat mencalonkan diri kembali sejak kekalahan Valery Giscard d’Estaing 1981, tulis BBC.
Selama memerintah, Sarkozy tidak sedikit mengeluarkan kebijakan yang menyudutkan kaum Muslim dan minoritas dan imigran.
Sarkozy ikut mengajukan peraturan yang melarang penggunaan cadar di tempat-tempat publik di Prancis. Ia mengajukan RUU –yang kemudian dibatalkan mahkamah– yang menyebut kematian rakyat Armenia dalam perang saat memberontak dari kekuasaan Kekhalifan Utsmani di tahun 1915 merupakan genosida yang dilakukan oleh pasukan Turki Islam, dan siapa saja yang penyangkal pembantaian itu akan dikenai sanksi hukum.
Sarkozy juga mengeluarkan perintah deportasi besar-besaran terhadap orang-orang gipsi Roma.
Meskipun ia keturunan Yahudi imigran dari Hungaria, Sarkozy bersikeras untuk mengurangi jumlah imigran di Prancis yang disebutnya terlalu banyak. Patut diketahui bahwa Muslim di Prancis sebagian besar adalah orang-orang imigran atau keturunan imigran. Dan populasi Muslim di Prancis merupakan kelompok masyarakat minoritas terbesar di Eropa.*