Hidayatullah.com—Warga Muslim Prancis menghadapi perlakuan diskriminatif dibanding rekan mereka yang beragama Kristen dalam kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, demikian hasil penelitian yang dilakukan David Laitin pakar ilmu politik dari Stanford.
Dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, studi yang dilakukan Laitin menyimpulkan bahwa warga Prancis keturunan Afrika beragama Kristen memiliki kesempatan 2,5 kali lebih besar mendapatkan panggilan wawancara kerja, dibanding warga Muslim dengan kemampuan dan latar belakan yang sama.
Penelitian itu disebut-sebut sebagai penelitian pertama yang mengidentifikasi agama –bukan ras atau faktor geografi– sebagai sumber diskriminasi di Prancis. Laitin berharap hasil penelitiannya akan membantu pemerintah dalam membuat kebijakan, di mana pemerintah selama ini tidak pernah menggambil dan mengumpulkan data dengan etnis atau agama sebaggai tolak ukurnya.
“Tanpa informasi itu, tidak mungkin untuk memahami dan memperbaiki situasi di mana warga negara mendapatkan perlakuan diskriminasi karenanya,” kata Laitin dalam artikel yang dipublikasikan Standford News, lapor Al Arabiya (26/11/2012).
Bersama Claire Adida dari Universitas California-San Diego dan Marrie-Anne Valfort dari Universitas Sorbonne, Laitin menganalisa data survei atas lebih dari 500 warga keturunan Senegal-Kristen dan Muslim yang tinggal di Prancis pada tahun 2009. Mereka mendapati bahwa keluarga imigran Muslim generasi kedua berpengahasilan perbulan USD500 lebih rendah dibanding keluarga berlatar belakang sama tetapi beragama Kristen.
Selain mengumpulkan data lewat survei, peneliti juga melakukan percobaan dengan menggunakan 3 identitas buatan untuk melamar pekerjaan. Tiga identitas itu adalah Khadija Diouf (nama belakang khas Afrika tetapi nama depan khas Muslim), Marie Diouf (nama belakang khas Afrika dan nama depan khas Kristen), serta Aurelie Menard (nama khas Prancis asli yang tidak menunjukkan identitas agama).
Ketiga identitas itu dibuatkan lamaran kerja yang dikirimkan kepada 300 pemasang iklan lowongan kerja. Khadija harus bersaing dengan Aurelie untuk setiap posisi pekerjaan yang tawarkan. Demikian pula Marie dihadapkan dengan Aurelie untuk bersaing mendapatkan lowongan pekerjaan yang sama. Hasilnya menunjukkan, untuk setiap 38 panggilan kerja yang terima Khadija, Marie mendapatkan 100 panggilan kerja atau dua setengah kali lebih banyak dibanding Khadija.
Prancis adalah negara dengan jumlah populasi Muslim terbanyak di Eropa. Negara pusat mode itu menjadi negara pertama yang memberlakukan larangan cadar. Meskipun jelas-jelas negaranya bersemboyan liberté, égalité, fraternité (kebebasan, kesetaraan, persaudaraan), para politisi Prancis tidak segan menekan komunitas Muslim dengan beragam cara. Setelah membidik cadar, pemimpin kelompok sayap kanan-jauh Marine Le Pen dan pendukungnya mati-matian berusaha untuk memberlakukan larangan asesoris kepala relijus (seperti kerudung) di semua toko-toko, transportasi publik dan di jalan-jalan.
Menurut Laitin, para politisi Prancis buta akan realitas perbedaan etnis dan agama dalam masyarakat dan diskriminasi akan terus berlanjut jika pemerintah tetap menolak untuk mengumpulkan data penduduk berdasarkan etnis dan agama yang dianut warganya.*