Hidayatullah.com— Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah (HAMAS) atau Gerakan Perlawanan Islam Palestina mengecam keras keputusan penahanan Presiden terpilih Mohammad Mursy dengan tuduhan terlibat spionase dengan Hamas. Tuduhan ini dinilai sebagai langkah politik tidak terpuji.
Dikutip Pusat Informasi Palestina (PIC), tokoh Hamas Dr. Sholah Bardawil, menyatakan Hamas merupakan gerakan perlawanan murni, gerakan pembebasan negeri, dan bukan gerakan teroris menurut bangsa Mesir maupun Undang-undang Mesir. Hamas berupaya membela kemuliaan bangsa Arab dan umat Islam, termasuk Mesir dari konspirasi Zionis.
Sementara itu, dosen ilmu politik di Universitas Qatar, Dr. Muhammad Musfir mengkritik keras keputusan pengadilan Mesir yang mendakwah Mursy dengan dakwaan melakukan spionase dengan Hamas. Menurutnya tuduhan tersebut bertujuan memperketat blockade Gaza dan perlawanan Palestina.
Musfir menyatakan, tidak ada alasan politik maupun hukum menuding Presiden negara terbesar Arab melakukan spionse dengan gerakan perlawanan, di mana mereka melakukan pertemuan dengan disaksikan seluruh dunia internasional.
Mursy sebagai kepala negara mengharuskannya berkomunikasi dengan Hamas dan menyambut para pemimpin politiknya dan juga PM Gaza, Ismail Haniyah dan Mahmud Abbas. Mursy tidak melakukan konspirasi dengan mereka, apa salahnya Presiden Mursy menyambut para pimpinan politik di kantornya secara terbuka? Ujar Musfir dikutip PIC.
“Saya yakin persoalan ini masuk dalam ranah penggalangan opini melawan Mursy dari pemimpin kudeta, dan upaya awal memperketat blockade Gaza, rencana yang tengah berlangsung saat ini adalah menghancurkan gerakan Islam di Palestina dengan dalih memerangi terorisme.”
Senada dengan Musfir, Bardawil mempertanyakan, apakah dengan menuding Mursy melakukan spionase dengan Hamas artinya semua partai kiri dan liberal dan para pendukungnya yang berkomunikasi dengan Hamas dan mengapresiasi kemenangan Perang Furqon dan Hijarah As Sijjil juga ditangkap?
“Bukankah ini sangat menggelikan dan mengimpor konflik internal politik Mesir kepada bangsa Palestina pejuang? Bukankah seharusnya Mesir menghadapi Zionis yang menodai tempat suci bangsa Arab dan umat Islam? Apakah ini yang membuat para pengambil kebijakan keji di Mesir?,” ujar Bardawil.
Menurut Bardawil, Hamas merupakan gerakan yang dikenal bangsa Arab dan umat Islam bahwa pihak internasional, sebagai gerakan perlawanan yang hendak mengangkat kemuliaan umat. Hamas menjadi duri di leher penjajah Zionis dan sekutunya. Hamas berjuang dengan darah para kader dan pimpinannya untuk kemuliaan umat dalam menghadapi cengkraman musuh dan sekutunya di kawasan.
Karenanyam tudingan spionase Mursy dengan Hamas berhadapan dengan bangsa bertentangan dengan hukum Mesir sendiri, dan bertentangan dengan moral bangsa Mesir serta kehendaknya.
Bardawil menganggap sebuah kejahatan terhadap bangsa Palestina dan juga Mesir, jika mendudukan Hamas kedalam daftar teroris, dan menghukum Presiden terpilih di Mesir hanya karena dukungannya terhadap perlawanan dan bangsa Palestina.
Korban makin banyak
Sebelumnya, pemerintah Mesir dukungan militer, hari Jumat (26/07/2013) memerintahkan penahanan 15 hari atas presiden terguling Mohamed Mursy, menyusul tuduhan bersekongkol dengan Hamas dan tuduhan berat lain, yakni menyebarkan “sikap permusuhan” di Negara itu.
Hakim penyelidik yang mendakwa Mursy berkonspirasi membantu gerakan pejuang Palestina Hamas melakukan aksi-aski di negara itu selama pemberontakan rakyat yang berakhir dengan tergulingnya diktator Husni Mubarak, pada awal 2011.
Sementara itu, sejak pidato seruan Kepala militer Mesir Jenderal Abdul Fattahal-Sissi, hari Rabu (24/07/2013) yang mengajak para pendukungnya untuk menggelar demonstrasi besar-besar bentrok dua pihak tak terelakkan.
Bentrokan saat unjuk rasa terjadi antara pendukung dan penentang Mursy di kota Alexandria menyebab lima orang tewas. Korban tewas ini menambah jumlah korban yang sudah mencapai 200 orang dalam kurun waktu tiga minggu terakhir.
Lima orang tewas dalam bentrokan yang terjadi di tengah unjuk rasa antara para pendukung dan penentang Mohammad Mursy yang telah digulingkan militer.
Korban tewas dilaporkan terjadi di kota Alexandria, sementara puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan di Kairo.
Kantor berita MENA melaporkan lima orang yang tewas menjadi korban bentrokan unjuk rasa yang dilakukan oleh kedua kubu. Bentrokan tidak bisa dihindarkan, meski sejumlah besar polisi dan tentara telah diturunkan.
Pihak militer telah mengancam pendukung Mursy yang sedang melakukan aksi duduk. Sementara para pendukung Mursy tetap menuntut agar mantan presidennya bisa kembali ke kursi kepemimpinannya.
Sampai hari ini, korban terluka mencapai 50 orang.*