Hidayatullah.com–Penguasa Mesir yang baru dukungan militer akhirnya mengizinkan ketua hubungan luar negeri Uni Eropa, Catherine Ashton yang menemui mantan Presiden Mesir yang digulingkan, Mohammad Mursy di sebuah lokasi rahasia, seperti yang disampaikan juru bicara Ashton dikutip AFP.
Pertemuan mendadak itu dilakukan saat kunjungan Ashton ke Kairo dalam usaha meredakan ketegangan yang dapat memicu berlanjutnya aksi kekerasan .
Ini pertama kalinya orang luar dapat mengakses Mursy sejak Presiden yang digulingkan itu ditahan oleh militer sebulan lalu.
Juru bicara Ashton, Maja Kocijancic dalam twitternya menulis mereka bertemu selama dua jam Senin malam, namun tidak dijelaskan di mana lokasi pertemuan berlangsung.
“Ia sehat-sehat saja dan mendapat pemberitahuan sebelumnya bahwa saya akan datang. Saya kira ia senang menerima saya,” kata Ashton seusai bertemu Mursy kepada ABC.
Mursy ditahan dan tidak bisa berkomunikasi sejak militer menyingkirkannya dari kekuasaan pada 3 Juli.
Sebelum ini, pihak keluarga mengaku akan segera mengajukan gugatan hukum kepada pihak militer Mesir terkait dugaan “penculikan” oleh mantan presiden Mesir yang digulingkan tersebut.
Kepada BBC Ashton menjelaskan ia dibawa dengan helikopter dan kendaraan lain pada malam hari sebelum bisa bertemu Mursy.
“Mursy ditemani oleh dua penasehat. Tempat Mursy (ditahan) adalah fasilitas militer. Ia mendapatkan perlakukan yang baik,” ungkap Ashton.
Ikuti media massa
Ia menggambarkan pertemuan dengan Mursy berlangsung sangat terbuka dan bersahabat, namun tak bersedia menjelaskan lebih jauh tentang apa saja yang menjadi bahan pembicaraan dengan Mursy.
Ashton juga mengungkapkan bahwa Mursy dibolehkan membaca surat kabar dan mengikuti perkembangan Mesir melalui televisi.
Asthon adalah diplomat asing pertama yang menemui Mursy sejak tokoh Al Ikhwan al Muslimun ini digulingkan dan ditahan militer sejak 3 Juli lalu.
Kunjungan ke Mesir ini dilakukan setelah pecah kekerasan hari Sabtu yang menewaskan banyak pendukung Mursy.
Selain menemui Mursy, Ashton juga bertemu pemerintah sementara, termasuk pemimpin militer Jenderal Abdul Fattah al-Sisi dan perwakilan Ikhwan.*