Hidayatullah.com—Amerika Serikat melakukan pendekatan kepada kelompok-kelompok Islam dalam oposisi Suriah untuk mencari penyelesaian politik guna mengakhiri perang sipil, kata seorang pejabat AS.
Tetapi Washington tidak melakukan kontak dengan kelompok-kelompok semacam Al-Nusra, yang dimasukkan dalam daftar hitam oleh Gedung Putih sebagai organisasi teroris, kata Marie Harf jurubicara deputi Departemen Luar Negeri AS hari Rabu lalu.
“Kami berhubungan dengan para pemimpin politik dan militer dari oposisi yang berasal dari berbagai kelompok rakyat Suriah, termasuk bermacam-macam kelompok Islam,” katanya kepada para reporter, lansir Hurriyet Daily News (6/12/2013).
“Kami tidak berhubungan dengan teroris, dengan kelompok-kelompok yang dianggap sebagai organisasi teroris,” kata Harf.
Sebelumnya The Wall Street Journal melaporkan bahwa seorang utusan senior Amerika dikirim untuk melakukan pembicaraan dengan kelompok-kelompok penting pejuang Islam dalam oposisi Suriah, yang bulan lalu membentuk aliansi baru.
Hari Jumat 22 Nopember 2013 tujuh kelompok perlawanan Islam dalam oposisi Suriah menyatakan melebur menjadi satu dalam bendera “Front Islam”. Mereka adalah Liwa at-Tauhid (Aleppo), Ahrar asy-Syam (Salafy), Shoqour asy-Syam (Idlib), Brigade Al-Haq (Homs), Anshar asy-Syam, Tentara Islam (Damaskus) dan Front Islam Kurdi. Pimpinan Dewan Penasehat Front Islam yang baru itu, Amad Essa Al-Syeikh mengatakan kepada Aljazeera (22/11/2013) bahwa kelompoknya akan bekerjasama dengan Tentara Pembebasan Suriah (FSA).
Sementara itu komandan Tentara Pembebasan Suriah Jenderal Salim Idris membantah laporan yang menyatakan bahwa pasukan pimpinannya itu sedang mempertimbangkan untuk bergabung dengan pasukan rezim Bashar al-Assad menggempur kelompok Al-Qaida.
“Tentara rezim itu pengkhianat dan tidak bisa ada kerjasama apapun dengan mereka,” tegas Idris, dikutip Hurriyet Daily News.
Jenderal yang membelot dari militer pemerintah Suriah itu telah mengeluarkan pernyataan tertulis melalui organisasi induk kelompok oposisi Suriah, Koalisi Nasional Suriah. Di dalamnya dia membantah kabar tentang kerjasama dengan tentara rezim Suriah tersebut.
Idris menegaskan, dirinya tidak pernah melakukan wawancara apapun mengenai masalah itu.*