Hidayatullah.com–Mesir, Ethiopia dan Sudan hari Senin (23/03/2015) menandatangani perjanjian awal tentang pembagian air dari Sungai Nil.
Dikutip Voice of America (VOA), Menteri Perairan Ethiopia Alemayehu Tegenu mengatakan ketiga negara itu sepakat air dari sungai itu penting bagi mereka semua, baik untuk manusia maupun aktivitas pembangunan.
Ia mengatakan butuh berbulan-bulan bagi mereka untuk mencapai kesepakatan yang mencakup tujuh prinsip mendasar, termasuk tidak membahayakan pihak lain dan menyelesaikan sengketa lewat cara damai.
Rincian prosedur-prosedurnya akan diuraikan dalam kesepakatan berikutnya.
Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn mengatakan proyek bendungan besar bernilai empat miliar dollar di negaranya tidak akan mengganggu aliran Sungai Nil, yang utamanya datang dari Ethiopia.
Proyek itu mulai dibangun beberapa tahun lalu guna membangkitkan listrik bagi Ethiopia dan negara-negara tetangganya.
Mesir, yang bergantung dari sungai itu untuk pertanian dan air minum, sempat khawatir proyek bendungan itu akan mengurangi pasokan air.
Isu air sering menjadi sengketa di kawasan itu selama puluhan tahun.
Sebelumnya, Ethiopia pernah membelokkan aliran Sungai Nil Biru. Ethiopia mengalihkan aliran Nil Biru bersamaan dengan pembangunan bendungan listrik tenaga air senilai US4,7 miliar.
Lebih dari dua pertiga (sekitar 70 persen) anak sungai Nil berawal di Ethiopia, tetapi perjanjian era penjajahan di masa lalu menetapkan Mesir dan Sudan berhak atas sebagian besar volume air sungai itu.*